Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Reumatik Anak

Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis (pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik. Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.

Artritis adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan salah satu dari gejala pembengkakan  atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu gerakan yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol. Pada  anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama pada pagi  (morning stiffness).

  • Tipe onset poliartritis Terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala arthritis pada lebih dari 4 sendi, sedangkan tipe onset oligoartritis 4 sendi atau kurang. Pada tipe oligoartritis sendi besar lebih sering terkena dan biasanya pada sendi tungkai. Pada tipe poliartritis lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari dan biasanya simetris, bisa juga pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
  • Tipe onset sistemik Ditandai dengan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda, lebih dari 39o C selama 2 minggu atau lebih, artritis disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rematoid serta kelainan viseral misalnya hepatosplenomegali, serositis atau limfadenopati.

Pemeriksaan Penyakit reumatik anak

Beberapa jenis pemeriksaan autoantibodi spesifik penting dilakukan sebagai penunjang diagnostik kelainan reumatologi pada anak.

Faktor reumatoid (‘Rheumatoid factor’ = RF) 

  • RF dapat dari semua kelas imunoglobulin. Faktor reuma yang klasik terdiri dari 19s IgM. Metode pemeriksaan RF adalah dengan menggunakan tehnik aglutinasi atau flokulasi sel yang mengandung IgG atau partikel misalnya uji lateks. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan ialah uji Rose Waaler (modifikasi) dengan dasar prinsip pemeriksaan bila serum yang mengandung RF ditambah sel darah merah domba yang diliputi IgG kelinci akan terjadi aglutinasi. Pemeriksaan ini kurang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan lateks tetapi lebih spesifik. Metode lain adalah dengan cara nefelometri laser atau RIA dan ELISA. Cara RIA dan ELISA lebih sensitif dan dapat mendeteksi berbagai isotipe tipe RF.
  • Faktor reuma terdapat pada 75% penderita artritis reumatoid tetapi tidak spesifik karena dapat ditemukan pada infeksi tertentu seperti parasit serta 15% individu normal di atas usia 60 tahun. Adanya faktor reuma dapat menunjukkan prognosis buruk dengan manifestasi ekstra artikular. Pemeriksaan RF IgM antilgG klasik jarang didapatkan pada kelainan anak dibandingkan dengan orang dewasa. Hanya sekitar 15-20% dari penderita artritis reumatoid juvenil (ARJ) didapatkan hasil seropositif. Faktor reumatoid ini lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih tua, onset pada usia lebih tua. anak dengan nodul reumatoid subkutan atau erosi sendi, serta ARJ dengan kelainan fungsional yang lebih berat. Faktor reumatoid jarang ditemukan pada anak usia kurang dari 7 tahun.
  • Seropositif RF pada anak kurang bernilai karena dapat juga didapatkan titer abnormal pada penyakit jaringan ikat lain pada anak terutama SLE. Sebagian besar anak dengan seronegatif dapat ditemukan autoantibodi IgG antiIgG yang dapat diperiksa dengan teknik imunosorben.

Faktor antiperinuklear

  • Dengan pemeriksaan imunofluoresensi dapat dideteksi adanya antibodi terhadap komponen yang tidak teridentifikasi dari granula keratohialin sel mukosa bukal
  • Autoantibodi ini terdapat pada sekitar 70% penderita artritis reumatoid dan jarang pada penyakit lain.

 Antibodi anti 33K Da

  • Pemeriksaan autoantibodi ini dilakukan dengan tehnik imunoblotting protein 33K Da. Pemeriksaan ini sangat spesifik pada penderita artritis reumatoid Autoantibodi ini ditemukan pada kurang lebih 1/3 penderita reumatoid artritis dan tidak ada hubungannya dengan RF dan sering pada penderita seronegatif .
  • Dapat juga ditemukan antigen RA22 suatu nukleoprotein (A2protein hnRNp) yang tidak spesifik pada artritis reumatoid tetapi spesifik untuk LES.

Antibodi antinuklear (ANA)

  • Pemeriksaan ANA dilakukan dengan tehnik imunofluoresensi indirek dengan menggunakan substrat nukleus mamalia. Sering digunakan lini sel manusia seperti sel Hep2 yang berasal dari sel karsinoma larings. Pemeriksaan ini menunjukkan sensitivitas yang tinggi pada penderita LES yaitu sekitar 95% penderita aktif yang tidak diobati, tetapi dengan spesifitas rendah. Autoantibodi ini sering juga ditemukan pada penyakit autoimun yang lain serta 8-12% populasi normal.
  • Titer ANA dapat berfluktuasi tetapi tidak ada hubungannya dengan aktivitas dan progresivitas penyakit.
  • Hasil pewarnaan inti berbeda pada tiap penyakit. Ada 4 jenis hasil pewamaan yaitu difus (homogen), perifer , berbintik, dan nukleolar.
  1. Difus (homogen)  Perlu dilakukan pemeriksaan u1ang dengan pengenceran yang lebih tinggi. Jika gambaran tetap difus, mungkin yang berperan sebagai antigen adalah ribonukleoprotein misalnya pada LES.
  2. Perifer  Yang paling berperan mungkin anti-asam deoksiribonuk1eat (antiDNA) .
  3. Berbintik (speckled Dihubungkan dengan antibodi terhadap antigen extractable nucleoprotein yang sering dijumpai pada skleroderma, penyakit jaringan ikat campuran, serta lupus yang diinduksi oleh obat.
  4. Nukleolar  Dihubungkan dengan antiribonuk1eoprotein yang dapat dilihat pada skleroderma. Pemeriksaan ANA dibuktikan lebih bermanfaat untuk diagnosis ARJ daripada faktor reumatoid. Sekitar 40% anak dengan ARJ didapatkan hasil positif dengan teknik antibodi fluoresensi yang menggunakan hati likus sebagai substrat. Gambaran fluoresensi biasanya homogen atau speckled dan titer pengenceran serum baku dapat rendah sampai moderat. Sebagian besar ANA adalah ke1as IgG walaupun kadang dapat ditemukan kelas IgM atau IgA.
  5. AntiDNA  Autoantibodi terhadap DNA natif (dsDNA) adalah antibodi terhadap purin dan timidin bebas, dan struktur lain dengan denaturasi DNA (ssDNA) yang mempunyai relevansi tinggi dengan LES. Autoantibodi ini ditemukan sekitar 70% pada penderita LES aktif yang tidak diobati. Kadar anti dsDNA yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya nefritis lupus dan eksaserbasi.
  6. Autoantibodi terhadap Nucleic acid binding protein  Autoantibodi ini khas pada penyakit kolagen dan disebut juga sebagai extractable nuclear antigen (ENA), terutama dari kelas IgG. ENA dapat diperiksa dengan imunodifusi Ouchterlony atau imunoelektroforesis. Metode pemeriksaan yang lebih  spesifik adalah imunoblotting, imunopresipitasi, RNA, serta ELISA dengan menggunakan protein rekombinan. Antigen yang diidentifikasi dalam ENA ini adalah Sm, SS-A (Ro), SS-B (La) serta ribonukleoprotein (RNP). Ribonukleoprotein mudah dipecah oleh enzim ribonuklease (RNAase). Antibodi terhadap keempat kelompok RNA binding protein ini terdapat pada penderita LES dengan titer yang tinggi dan spesifik. Yang paling spesifik adalah anti Sm tetapi ada variasi etnik.

Pada penderita sindrom Sjogren didapatkan antiRo dan antiLa pada 70% penderita. Akan tetapi sindrom Sjogren pada artritis rematoid tidak ada hubungannya dengan antibodi ini. Pada penderita skleroderma terdapat autoantibodi yang khas yaitu antibodi terhadap protein kinetokor (kinetochore protein=ACA), topoisomerase 1, serta RNA polimerase. Autoantibodi ACA terdapat pada kurang lebih 30% penderita skleroderma.

Bila penderita diduga menderita LES biasanya cukup diperiksa IF ANA dulu. Bila didapatkan hasil positif baru diperiksa antibodi terhadap DNA dan lainnya. Pada keadaan tertentu dapat diperiksa kombinasi. Misalnya pada skleroderma dapat diperiksa antibodi terhadap antigen nukleo1ar, protein kinetokor, atau topoisomerase yang spesifik dan dapat ditemukan pada 80% penderita.

CARA DIAGNOSIS ARTHRITIS RHEUMATOID JUVENIL

Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi pada umur 1-3 tahun. Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan utama pada awal penyakit. Gejala klinis yang menyokong kecurigaan kearah ARJ yaitu kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid, demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rematoid, tenosinovitis.

  • Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila diketemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis ARJ menjadi lebih sempurna.
  • Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai lekositosis yang didominasi netrofil.
  • Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik, seringkali dipakai sebagai petanda reaktifasi penyakit.
  • Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang aktif. Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan IgM dan IgG sebagai petunjuk aktifitas penyakit. Pengkatan IgM merupakan karakteristik tersendiri dari ARJ, sedangkan peningkatan IgE lebih sering pada anak yang lebih besar dan tidak dihubungkan dengan aktifitas penyakit. Berbeda dengan pada dewasa C3 dan C4 dijumpai lebi tinggi.
  • Faktor Reumatoid lebih sering pada dewasa dibanding pada anak. Bila positif , sering kali pada ARJ poliartritis, anak yang lebih besar, nodul subkutan, erosi tulang atau keadaan umum yang buruk. Faktor Reumathoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar dideteksi laboratorium.
  • Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada ARJ. Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.
  • Pada pemeriksaan radiologis biasanya terlihat adanya pembengkaan jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis.  Kelainan yang lebih jarang adalah pembentukan tulang baru periostal. Pada stadium lanjut, biasanya setelah 2 tahun, dapat terlihat adanya erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Pada tipe oligoartritis dapat ditemukan gambaran yang lebih khas yaitu erosi, pengecilan diameter tulang panjang dan atropi jaringan lunak regional sekunder. Hal ini terutama terdapat pada fase lanjut. Pada tipe sistemik Kauffman dan Lovel menemukan gambaran radiologis yang khas yaitu  ditemukannya fragmentasi tidak teratur epifisis pada fase awal yang kemudian secara bertahap bergabung ke dalam metafisis.
  • Walaupun tidak ada yang patognomonik namun gejala klinis yang menyokong kecurigaan ke arah ARJ yaitu kaku sendi pada pagi hari, ruam reumatoid, demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul reumatoid, tenosinovitis.

Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American College of Rheumatology (ACR) :

  1. Usia penderita kurang dari 16 tahun.
  2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai pembengkakan/efusi sendi atau terdapat 2/lebih gejala : kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik).
  3. Lama sakit lebih dari 6 minggu.
  4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan terdiri dari : Poliartritis (5 sendi atau lebih), Oligoartritis (4 sendi atau lebih) atau Penyakit sistemik dengan artritis atau demam intermiten
  5. Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan

Supported By:

GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :  
http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic Creating-hashtag-on-twitter@growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***

Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967  Dr Widodo Judarwanto, Pediatrician
We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life.
Clinical – Editor in Chief :
  • Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician
  • email :
  • curriculum vitae   Creating-hashtag-on-twitter: @WidoJudarwanto
  • www.facebook.com/widodo.judarwanto
Mobile Phone O8567805533 PIN BB 25AF7035
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider
Copyright © 2013, GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved
About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di ***Penyakit Berbahaya, **Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s