Respon dan Aksi Semakin Meluas Atas Vonis Kontroversial Penjarakan Dokter Ayu
Mahkamah Agung (MA) memvonis dr Ayu dkk selama 10 bulan penjara karena kealpaan dr Ayu dkk yang mengakibatkan kematian pasien Siska Makatey. Dalam putusan kasasi nomor 365 K/Pid/2012, majelis kasasi yang terdiri dari Dr Artidjo Alkostar, Dr Dudu Duswara dan Dr Sofyan Sitompul dalam pertimbangannya menyatakan para terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban, tidak menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) mengeluhkan putusan hakim agung Artidjo Alkotsar kepada dr Ayu dkk. Tiga dokter yakni Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian dinyatakan bersalah melakukan malapraktik terhadap Julia Fransiska Makatey di Manado. Ketiga dokter tersebut dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh MA setelah sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara.
Kasus tersebut bermula dari ditahannya dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sejak 8 November lalu. Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani bersama dua rekannya dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian diduga melakukan kegiatan malapraktik. Ketiga dokter spesialis tersebut terpidana dalam kasus dugaan malapraktik terhadap korban Julia Fransiska. Makatey (25 tahun) pada 2010. Para dokter melakukan tindakan Sectio Caesaria Sito karena riwayat gawat janin, setelah sebelumnya Julia dirujuk dari puskesmas. Beberapa hari setelah dilakukan operasi, Julia meninggal dunia akibat masuknya angin ke jantung atau emboli udara. Dokter Dewa Ayu dijebloskan ke tahanan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Mahkamah Agung, Nomor 365.K/Pid/2012 tertanggal 18 September 2012.
Sebenarnya bila dicermati masalah utama adalah pasien tersebut meninggal tetapi keluarga tidak puas, Kalau tidak meninggal keluarga tidak akan menuntut hanya karena tidak memberi persetujuan keluarga. Bantak kasus dokter lupa karena terlalu memikirkan keadaan pasien dan harus cepat melakukan tindakan lupa nmemberikan informed concern ke passien, tetapi tidak npernahg dipermasalahkan dan tidak pernmah ada hukuman. Memang benar seharusnya idealnya dokter harus memberikan informed cencern atau surat pernyataan persetujuan kepada pasien. Tetapi apakah hanya masalah tersebut seorang dokter yang sedang menolong pasiennya harus mendapatkan ganjaran di bui. Padahal meninggalnya penderita disebabkan karena kasus emboli yang tidak bisa prediksi dan dihindari oleh siapapun dokter yang paling hebat di dunbia ini.
Respon Vonis Kontroversial Halim Agung Penjarakan Dokter Ayu
- Ribuan dokter turun ke jalan terkait vonis 10 bulan penjara terhadap dr Ayu dkk. Vonis kasasi yang diketuai hakim agung Artidjo Alkostar dikecam karena dinilai mengkriminalisasikan profesi dokter. Namun, hakim agung Artidjo nampak tidak mau ambil pusing. Usai sebuah diskusi di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (25/11/2013). Artidjo bungkam menghindari para jurnalis. Rencananya para jurnalis ingin bertanya tanggapan Artidjo terkait vonisnya ke dr Ayu dkk yang membuat para dokter takut dipenjara. Namun Artidjo tetap cuek dan menghindari wartawan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Artidjo yang baru saja memvonis koruptor Angelina Sondakh dengan penjara 12 tahun itu kini membisu. Padahal, sebelumnya dia wara-wiri di media massa terkait vonis koruptor Angeline Sondakh.
- Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi memastikan akan melakukan langkah hukum terhadap para dokter yang telah dikriminalisasi. Ia akan mengajukan peninjauan kembali (PK) dan membentuk tim teknis sebagai bentuk dukungan terhadap mereka. “Media dan masyarakat harus mengerti perasaan ini. Jika ada teman kalian ada yang diperlakukan tidak adil seperti itu,” sebut Nafsiah.
- Vonis 10 bulan terhadap dr Ayu didukung oleh Komisi Yudisial (KY). “Kan yang terjadi dr Ayu tidak minta izin kepada keluarga. Nah, makanya kesalahan dia di situ,” kata lomisioner KY, Taufikurrahman Sahuri. Menurut Taufik, jika dr Ayu meminta izin kepada keluarga, mungkin vonis 10 bulan penjara tidak akan disandangkan kepada dr Ayu dkk. Terkait meninggalnya pasien dr Ayu, Taufik mengatakan kalau itu tidak ada masalah. “Jadi kan yang dipersalahkan hakim ya masalah minta izin itu,” imbuh Taufik. Vonis 10 bulan terhadap dr Ayu juga dinilai oleh Taufik sebagai hal yang wajar. Lanjut, Taufik menceritakan kalau kasus yang diderita dr Ayu sudah pernah terjadi. Ada yang bebas ada juga yang divonis penjara. “Ya kalau yang minta izin ke keluarga dan pasiennya tetap meninggal banyak dan mereka bebas,”.
- Tetapi sebaliknya Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Prof Dr Laila Marzuki SH MH mengatakan penahanan dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG tidak pantas dilakukan karena tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien. “Tidak pantas ditahan karena tidak ada unsur kelalaian,” katanya dalam seminar yang dilakukan di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/11). Dia menambahkan, pasien tersebut meninggal karena emboli udara atau masuknya udara ke jantung. “Itu di luar perkiraan dari seorang dokter,” jelasnya. Selain itu, kata dia, dokter juga telah berupaya semaksimal mungkin menyelamatkan pasien. “Jika IDI tidak menuntaskan hal ini, maka akan berdampak buruk pada dunia kedokteran,” lanjutnya. Dia mengharapkan kasus tersebut bisa tuntas, dan Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan IDI bisa terkabul.
- Pertimbangan majelis kasasi itu berseberangan dengan pertimbangan Pengadilan Negeri (PN) Manado. “Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan kebenaran dalil dakwaannya tentang hal para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi cito secsio sesaria yang dilakukan terhadap diri korban (Siska Makatey),” demikian putus hakim PN Manado di halaman 82 di putusan yang diadili oleh Jhony Marthen Telaw, Novrry T Oroh dan Parlindungan Sinaga. Namun benarkah dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni Sp OG, dr Hendry Simanjuntak Sp OG, dan dr Hendy Siagian Sp OG tidak memberitahu keluarga korban? Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado yang memeriksa kasus ini berkata sebaliknya. “Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan kebenaran dalil dakwaannya tentang hal para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi cito secsio sesaria yang dilakukan terhadap diri korban (Siska Makatey),” demikian putus hakim PN Manado seperti dikutip detikcom, Senin (25/11/2013). Majelis hakim menggarisbawahi kata ‘menyampaikan’ dalam putusan itu. Pertimbangan ini terdapat di halaman 82 di putusan yang diadili oleh Jhony Marthen Telaw, Novrry T Oroh dan Parlindungan Sinaga. Menurut majelis PN Manado, berdasarkan keterangan dr Helmy, Anita Lengkong, dr Hermanus J Lalenah Sp An dan dihubungkan dengan keterangan para terdakwa, adalah bersesuaian yaitu para terdakwa menyampaikan kepada pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, termasuk kematian akibat operasi. “Walau pun hal tersebut dibantah oleh ibu korban, Julien Mahengkan dan ayah korban Anselmus Makatey,” ujar majelis di halaman 81 dalam putusan nomor 90/Pid.B/2011/PN.MDO itu. Hal itu dikuatkan dengan bukti tandatangan persetujuan keinginan operasi yang datang dari diri Siska dan Julien sendiri. Hal ini sesuai dalam Pasal 45 ayat 1,2,3 dan 4 UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Berdasarkan pemeriksaan fakta tersebut, PN Manado lalu membebaskan ketiga terdakwa. Namun di tingkat kasasi, dr Ayu dkk dijatuhi 10 bulan penjara dan sesuai tuntutan jaksa.
- Kriminalisasi dokter dalam kasus dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, terus menuai empati. Terutama dari sesama dokter kandungan. Rabu (27/11), dokter kandungan di Kaltim akan mogok selama satu hari. Mereka tak akan melayani pasien kecuali ada yang emergency. Menurut Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Kaltim dr Syafardi SpOG, kasus ini adalah bentuk dukungan moral pada kasus yang menimpa dr Ayu. “Pada hari itu kami tidak melayani praktik kecuali untuk penanganan emergency. Sekali lagi, di luar itu kami tidak layani, di tempat praktik sekalipun,” tegas Syafardi. Menurutnya, ini tak hanya terjadi di Kaltim. Namun serentak secara nasional karena telah disepakati POGI pusat dan IDI pusat. Langkah ini diambil, setelah jalur lobi bersama Kementerian Kesehatan, DPR RI, dan Polri sudah dilakukan. Menurut Syafardi, apa yang dilakukan Ayu merupakan kasus emergency. “Dokter melakukan life saving, harus segera dilakukan. Sementara dia (dr Ayu, Red) dinyatakan bersalah karena ketidaklengkapan administras
- Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menggelar aksi cap jempol darah terkait kasus hukum yang menjerat dr Dewa Ayu Sasiary di Manado, Sulawesi Utara. Para dokter melaukan aksi di pelataran RSUD Purworejo, sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas vonis bersalah terhadap dr Ayu. Vonis dijatuhkan Mahkamah Agung atas dugaan melakukan malparktik yang menyebabkan pasien meninggal saat melahirkan. Mereka menggunakan ikatan pita hitam di lengan dan berjajar rapi sambil membentangkan sejumlah spanduk berisi penolakan kriminalisasi profesi dokter di Indonesia. Dalam orasinya, mereka menyatakan yang dilakukan dr Ayu sudah sesuai prosedur medis. Sehingga yang terjadi pada pasien sudah menjadi takdir dari Tuhan. Selain menggelar spanduk dan orasi, para dokter juga membagikan selebaran berisi penyataan sikap. Unjuk rasa ditutup dengan aksi cap jempol darah di atas kain putih. Namun, tak semua dokter berani melakukan aksi cap jempol darah, dan menggantinya dengan tinta merah. “Dokter Dewa Ayu Sasiary adalah doketer di Manado yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dengan dugaan melakukan malpraktik yang menyebabkan pasiennya bernama Julia Fransisca meninggal dunia saat melahirkan,” kata Ketua IDI Purworejo, dr Kristanto, Selasa (26/11/2013). Kendati tidak berlangsung lama, aksi keprihatinan itu sempat membuat pelayanan di RSUD Purworejo terganggu. Banyak pasien harus mengantri lama untuk mendapatkan pelayanan medis.
.
www.dokteranakonline.com |
Provided By
DOKTER ANAK ONLINE “Our Children Our Future. Children are the world’s most valuable resource and its best hope for the future”. In 1,000 days Your Children, You can change the future http://www.dokteranakonline.com email: dokteranakindonesia@gmail.com