Emboli Ancam Nyawa Ibu Saat Persalinan

Emboli Ancam Nyawa Ibu Saat Persalinan

Kondisi berbahaya yang bisa dijumpai paska melahirkan adalah mengalami emboli udara. Emboli udara adalah kondisi masuknya udara ke dalam pembuluh udara, dan menimbulkan gelembung. Gelembung ini berisiko menghambat pasokan oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh akan mengalami kerusakan dan kematian, akibat kurangnya pasokan oksigen.  Setelah dilakukan proses otopsi diketahui adanya gelembung udara pada pembuluh darah di bilik kanan jantung wanita tersebut. Adanya gelembung udara menghambat darah mengasup oksigen dari paru-paru. Akibatnya, darah menjadi kekurangan oksigen sehingga tidak mampu memberi cukup pasokan oksigen pada organ lain di seluruh tubuh. Emboli udara adalah sebuah keadaan yang sangat jarang, tidak bisa diprediksi dan dicegah. Hitungan waktu tindakannya pun hanya dalam hitungan menit, harus cepat.  Para ahli berpendapat bahwa kondisi emboli air ketuban tidak dapat dihindarkan.

Kasus emboli sangat jarang terjadi. Di Amerika kasus ini memiliki pervelensi 1 dari 80 ribu-100 ribu. Angka kejadian emboli air ketuban di Asia Tenggara mencapai 1:27 ribu persalinan.  Hampir 90 persen ibu yang mengalami emboli akan berakhir dengan kematian, walau pertolongan sudah dilakukan selekas mungkin. Peluang hidup ibu yang mengalami emboli hanya 5 persen. Kendati begitu, hampir 75 persen ibu yang hidup mengalami cacat seumur hidup atau stroke. Kasus emboli air ketuban sulit dicegah, tidak dapat diprediksi. Diagnosis pasti didapat dengan otopsi. Dimana terlihat komponen air ketuban tersebar di pembuluh darah paru.Diagnosis yang bisa ditegakkan adalah diagnosis klinis dimana dokter akan mengamati gejala klinis si ibu, apakah ia mengalami sesak nafas, wajah kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah turun mendadak, bahkan sampai jantung berhenti atau gangguan perdarahan. Risiko emboli air ketuban tidak dapat diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli air ketuban paling sering terjadi saat persalinan, perjalanan kehamilan yang lancar tidak menjamin seorang ibu aman dari ancaman emboli air ketuban

Faktor risiko 

  • Meningkatnya usia ibu
  • Multiparitas (banyak anak)
  • Adanya mekoneum
  • Laserasi serviks
  • Kematian janin dalam kandungan
  • Kontraksi yang terlalu kuat
  • Persalinan singkat
  • Plasenta akreta
  • Air ketuban yang banyak
  • Robeknya rahim
  • Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
  • Adanya infeksi pada selaput ketuban
  • Bayi besar

Pada saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan tinggi karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Selanjutnya air ketuban dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu. Jika sumbatan di paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah jantung. Akibatnya timbul gangguan pada jantung dan paru-paru.

Patofisiologi

  • Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan : Kegagalan perfusi secara masif, Bronchospasme. Renjatan
  • Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
  • Fase pertama : air ketuban beserta komponennya memasuki sirkulasi darah,  adanya mediator biokimiawi yang dikeluarkan oleh tubuh  terjadi vasospasme arteri paru-paru,  terjadi hipertensi pembuluh darah dari paru,   kenaikan tekanan ventrikel kanan terjadi hipoksia,  adanya kerusakan otot jantung dan paru-paru -> gagal jantung kiri  terjadi kegagalan pernafasan
  • Fase kedua : adanya mediator biokimiawi  gangguan pembekuan darah (DIC),  fase perdarahan yang ditandai dengan perdarahan dan hilangnya kontraksi rahim
  • Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.

Penyebab Emboli

  • Udara penyebab gelembung yang berisiko menghambat asupan oksigen pada tubuh melalui darah.
  • Emboli juga bisa disebabkan air ketuban dan lemak, dengan peluang hidup ibu yang sama rendahnya. Emboli akibat air ketuban, walau sedikit saat air ketuban yang terdiri lemak, protein, unsur elektrolit, dan garam menimbulkan efek seperti sesak napas, tekanan darah menurun, dan mendadak hilang kesadaran

Gejala klinis :

  • Gangguan pernapasan, Sesak napas
  • Muntah, ada bercak kemerahan di mata.
  • Tekanan darah menurun
  • Hilang kesadaran
  • Darah korban yang berwarna gelap, tidak merah seperti biasanya. Warna gelap merupakan tanda darah kekurangan oksigen.
  • Korban hanya bertahan 20 menit seusai proses kelahiran melalui operasi caesar.
  • Jika fase itu bisa terlewati, masih ada ancaman kedua yang tidak kalah berat dan fatal. Yakni, ibu mengalami kegagalan faal pembekuan darah. Dampaknya, darah tidak bisa membeku. Dalam dunia medis, itu dinamakan disseminated intravascular coagulation (DIC). Jadi, pasien mengalami pendarahan hebat di seluruh tubuh. Dalam kondisi begini, susah penanganannya.
  • Cyanosis atau kebiruan
  • Gangguan aliran darah, atau syok
  • Perdarahan
  • Koma
  • Lebih dari 50 persen pasien dengan emboli air ketuban mengalami kematian dalam 1 jam pertama, dan 50 persen pasien yang selamat akan mengalami gangguan pembekuan darah (DIC) yang timbul sebagai perdarahan dari rahim atau dari luka operasi. Proses emboli air ketuban bisa berlangsung sangat cepat. Pada umumnya dalam 1 jam sesudah melahirkan, nyawa ibu yang mengalami emboli air ketuban tidak lagi bisa tertolong. Apalagi muncul secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya dan proses berlangsung dengan cepat. Pada ibu bersalin kasus emboli air ketuban kematiannya mencapai 86%.
  • Secara mendadak pasien terengah-engah, sesak, shock, wajah membiru, serta denyut jantung melambat. Dalam kondisi tersebut, pasien rentan mengalami gagal napas.
  •  Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal
    Pulmonary edema.
  • Cardiac arrest.
  • Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik
  • Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)

Differential Diagnosis

  • Anaphylaxis
  • Aortic Dissection
  • Cholesterol Embolism
  • Myocardial Infarction
  • Pulmonary Embolism
  • Septic Shock

Terapi

  • Perawatan ICU
  • Pada gejala sesak nafas, ibu diberi oksigen atau dimasukan ke dalam alat bantu nafas, bila sumbatan yang terjadi sedikit, gejala sesak napas dapat menghilang
  • Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ). Resusitasi cairan. Penggatian cairan intravena dan darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia dan  perdarahan . 
  • Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
  • Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
  • Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
  • Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
  • Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
  • Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas
  • Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
  • Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
  • Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
  • Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
  • Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
  • Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
  • Defek koagulasi  harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
  • Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
  • Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
    Pada gangguan yang berupa pembekuan darah atau ibu mengalami perdarahan hebat, yang dapat dilakukan transfusi darah
  • Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.

Komplikasi

  • Edema paru adalah umum terjadi pada penderita. Perhatikan dekat dengan masukan cairan dan output. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
  • Gagal jantung kiri dapat terjadi. Beberapa sumber merekomendasikan dukungan inotropik.
  •  Ganguan pembekuan darah.
  • Tangani DIC dengan komponen darah. Pertimbangkan faktor VIIA diaktifkan untuk perdarahan parah. Bilateral embolisasi arteri rahim telah berhasil dalam mengendalikan kehilangan darah dalam 2 kasus yang dilaporkan.

Prognosis

  • Sekalipun nortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali. Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi inutera
  • Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah.

Pencegahan

  • Sedapat mungkin lakukan proses kelahiran normal. Makin sedikit pembuluh darah yang luka atau sobek, semakin kecil risiko menderita emboli. Dalam operasi, pembuluh darah yang luka sangat banyak sehingga peluang terjadinya emboli semakin besar.
  • Ibu hamil harus rutin kontrol dan periksa  kandungan. Frekuensi menjadi makin sering saat sudah mendekati hari perkiraan kelahiran (HPL), sedikitnya seminggu sekali.
  • Konsultasikan dengan dokter kandungan proses kelahiran apa yang sebaiknya dijalani, tentunya dengan memperhitungkan, antara lain, ukuran panggul ibu dan lingkar kepala bayi.

Referensi

  • Clark SL, Hankins GD, Dudley DA, et al. Amniotic fluid embolism: analysis of the national registry. Am J Obstet Gynecol. Apr 1995;172(4 Pt 1):1158-67; discussion 1167-9
  • Clark SL, Pavlova Z, Greenspoon J, et al. Squamous cells in the maternal pulmonary circulation. Am J Obstet Gynecol. Jan 1986;154(1):104-6.
  • Benson MD, Kobayashi H, Silver RK, et al. Immunologic studies in presumed amniotic fluid embolism. Obstet Gynecol. Apr 2001;97(4):510-4.
  • Farrar SC, Gherman RB. Serum tryptase analysis in a woman with amniotic fluid embolism. A case report. J Reprod Med. Oct 2001;46(10):926-8.
  • Marcus BJ, Collins KA, Harley RA. Ancillary studies in amniotic fluid embolism: a case report and review of the literature. Am J Forensic Med Pathol. Mar 2005;26(1):92-5.
  • Gilbert WM, Danielsen B. Amniotic fluid embolism: decreased mortality in a population-based study. Obstet Gynecol. Jun 1999;93(6):973-7.
  • Tuffnell DJ. United kingdom amniotic fluid embolism register. BJOG. Dec 2005;112(12):1625-9.
  • Stein PD, Matta F, Yaekoub AY. Incidence of amniotic fluid embolism: relation to cesarean section and to age. J Womens Health (Larchmt). Mar 2009;18(3):327-9.
  • O’Shea A, Eappen S. Amniotic fluid embolism. Int Anesthesiol Clin. 2007;45(1):17-28.
  • Kramer MS, Rouleau J, Baskett TF, Joseph KS,. Amniotic-fluid embolism and medical induction of labour: a retrospective, population-based cohort study. Lancet. Oct 21 2006;368(9545):1444-8.
  • Knight M, Tuffnell D, Brocklehurst P, Spark P, Kurinczuk JJ. Incidence and risk factors for amniotic-fluid embolism. Obstet Gynecol. May 2010;115(5):910-7.
  • Benson MD. Current concepts of immunology and diagnosis in amniotic fluid embolism. Clin Dev Immunol. 2012;2012:946576.
  • Clark SL. Amniotic fluid embolism. Clin Obstet Gynecol. Jun 2010;53(2):322-8.
  • Aguilera LG, Fernandez C, Plaza A, et al. Fatal amniotic fluid embolism diagnosed histologically. Acta Anaesthesiol Scand. Mar 2002;46(3):334-7.
  • Hankins GD, Snyder R, Dinh T, et al. Documentation of amniotic fluid embolism via lung histopathology. Fact or fiction?. J Reprod Med. Dec 2002;47(12):1021-4.
  • Kobayashi H, Ohi H, Terao T. A simple, noninvasive, sensitive method for diagnosis of amniotic fluid embolism by monoclonal antibody TKH-2 that recognizes NeuAc alpha 2-6GalNAc. Am J Obstet Gynecol. Mar 1993;168(3 Pt 1):848-53.
  • Lim Y, Loo CC, Chia V, Fun W. Recombinant factor VIIa after amniotic fluid embolism and disseminated intravascular coagulopathy. Int J Gynaecol Obstet. Nov 2004;87(2):178-9.
  • Kaneko Y, Ogihara T, Tajima H, Mochimaru F. Continuous hemodiafiltration for disseminated intravascular coagulation and shock due to amniotic fluid embolism: report of a dramatic response. Intern Med. Sep 2001;40(9):945-7.
  • Hsieh YY, Chang CC, Li PC, Tsai HD, Tsai CH. Successful application of extracorporeal membrane oxygenation and intra-aortic balloon counterpulsation as lifesaving therapy for a patient with amniotic fluid embolism. Am J Obstet Gynecol. Aug 2000;183(2):496-7
  • Goldszmidt E, Davies S. Two cases of hemorrhage secondary to amniotic fluid embolus managed with uterine artery embolization. Can J Anaesth. Nov 2003;50(9):917-21.
About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di ***Kesehatan Kehamilan-Persalinan dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Log Out / Ubah )

Connecting to %s