Penanganan Terkini Polisitemia Vera
Polisitemia Vera adalah kondisi medis yang ditandai dengan produksi berlebihan dari sel darah, terutama sel darah merah, oleh sumsum tulang akibat mutasi gen JAK2 V617F yang berperan dalam produksi protein JAK2. Penyebab pasti mutasi ini belum diketahui tetapi terjadi lebih sering pada pria di atas usia 60 tahun. Pada penderita kelainan ini gejala berkembang secara perlahan setelah beberapa tahun. Pada stadium awal, mungkin tidak menunjukkan tanda dan gejala. Tetapi, seiring dengan perburukan penyakit, penderita polisitemia vera dapat menunjukkan gejala nyeri kepala, pusing, pernafasan pendek dan rasa gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat. Peningkatan produksi sel darah merah juga menyebabkan pengentalan darah dan meningkatkan risiko terbentuknya bekuan darah, yang berpotensi mengancam jiwa karena dapat menyumbat aliran darah pada organ-organ vital. Dalam usaha untuk mencegah kejadian ini, suatu prosedur medis, yang dikenal sebaga flebotomi, digunakan untuk mengeluarkan darah secara teratur untuk mengurangi kekentalan darah. Penderita polisitemia vera disarankan untuk mengkonsumsi aspirin dosis rendah untuk mengurangi risiko terbentuknya bekuan darah. Pada beberapa kasus, kemoterapi dapat juga diberikan untuk mengurangi jumal sel darah merah yang dihasilkan pada sumsum tulang.
Dikenal beberapa jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
- Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer.
- Polisitemia sekunder. Pada jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia.
Tanda dan gejala
- Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat
- Kelelahan
- Memiliki kesulitan bernapas, terutama ketika berbaring
- Nyeri tekan pada pinggul
- Pembesaran ujung jari kaki dengan kelengkungan kuku yang tidak normal (jari kaki tabuh)
- Pusing
- Sesak nafas
Penyebab
- Mutasi Gen Mekanisme terjadinya PV dikarenakan kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Dalam sumsum tulang pasien PV terdapat sel tunas normal dan abnormal. Sel tunas abnormal mengganggu dan menekan pertumbuhan serta pematangan sel tunas normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal menjadi abnormal masih belum diketahui. Selain sel tunas, kelainan juga tampak pada induk sel darah. Pengamatan in vitro menunjukkan koloni induk sel darah dapat berkembang dan matang sendiri tanpa ada eritropoietin.
- Mutasi gen Janus kinase-2 (JAK2) dianggap sebagai penyebab dari kelainan-kelainan di atas. [Gambar 1] JAK merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul sinyal intraselular. JAK berperan penting dalam proses inisiasi transduksi sinyal dari reseptor hematopoietic growth factor. Protein JAK berhubungan dengan reseptor domain dalam sitoplasma. JAK2 punya 2 domain yaitu domain kinase aktif (JH1) dan domain pseudokinasi inaktif (JH2). Domain JH2 berfungsi sebagai autoinhibitor untuk menekan aktivitas kinase JAK2.
- Dalam keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritorpoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan timbul fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivavsi dan terfosforilasi, kemudian, memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terpiculah aktivasi molekul signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nukleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses transkripsi dari hematopoietic growth factor.
- Pada PV terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617H) dari domain JH2. Mutasi itu menyebabkan kesalahan pengkodean guanin-timin menjadi valin-fenilalanin. Alhasil, aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Hal itu mengakibatkan proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau dengan hanya sedikit hematopoietic growth factor. Percobaan in vivo menunjukkan terjadinya eritrositosis pada tikus yang mendapat transplantasi sumsum tulang yang mengandung mutasi JAK2-V617F, tapi tidak pada JAK2 tipe liar.
- Penyebab genetik lain yang masih mungkin adalah deregulasi ekspresi Bcl-x (inhibitor dari apoptosis), overekspresi PRV-1 dan transkripsi faktor gen NF-E2, serta ekspresi yang rusak dari reseptor trombopoietin
- Mutasi genetik dalam protein JAK2 yang mempengaruhi produksi sel-sel darah
- Penanganan dan pengobatan Polisitemia Vera dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya.
Komplikasi
Postplycythemic myelofibrosis, fibrosis tulang belakang, leukemia dan penyakit akibat trombosis.
- Postpolycythemic myelofibrosis ditandai dengan anemia dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit (poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi, limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang. Kelainan ini ditemukan pada 10-20% pasien PV dan dikaitkan dengan trisomi 1q.
- Proses fibrosis pada tulang belakang berlangsung lambat. Mekanismenya masih belum diketahui. Kemungkinan dikarenakan ’perilaku’ abnormal megakariosit, yang mensintesis dan melepaskan sitokin fibrogenik seperti platelet-derived growth factor, basic fibroblas growth factor, dan transforming growth factor-β (TGF- β) secara autokrin.
- Rerata 8,4 tahun sejak pasien didiagnosis PV akan mengalami acute myeloid leukemia/myelodysplastic syndrome (AML/MDS). Begitu laporan dari European Collaboration on Low-dose Aspirin in Polycythemia Vera. Dilaporkan pula, obat-obat yang digunakan sebagai terapi pada PV dapat memicu terbentuknya AML/MDS.
- Banyaknya jumlah sel darah rentan memicu terjadinya trombosis. Risiko trombosis akan meningkat seiring usia, riwayat trombosis, hiperkolesterolemia dan kebiasaan merokok. Risiko trombosis juga berhubungan dengan hiperhomosisteinemia. Buktinya, 56% pasien PV mengalami hiperhomosisteinemia daripada 35% kelompok kontrol.
- Trombosis bisa terjadi di semua pembuluh darah. Baik arteri, vena, maupun kapiler. Trombosis pada vena yang sering terjadi adalah trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan emboli paru. Pada pasien PV usia muda dapat terjadi trombosis vena intra-abdominal dan vena portal. Pada arteri, trombosis dapat terjadi di pembuluh darah otak, koroner, dan ekstremitas perifer. Manifestasi klinik akibat trombosis berupa eritromelalgia, dapat berkembang menjadi iskemi jari, lalu gangren jari-tungkai. Gejala neurologik sementara dan gangguan visual bisa terjadi kalau ada oklusi mikrovaskular. Abortus spontan berulang dan retardasi pertumbuhan janin bisa terjadi pada wanita hamil, yang dikarenakan infark multipel dan insufisiensi pada plasenta.
Pengobatan
- Tidak ada terapi spesifik untuk PV. Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. Selain itu, juga ditujukan mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Rekomendasi Penatalaksanaan Polisitemia Vera berdasarkan British Society for Hematology (British Journal of Haematology;130:174-95)
|
Phlebotomi untuk mengurangi kadar Ht <45%
Aspirin 75 mg/hari, pertimbangkan kontraindikasi
Pertimbangkan rejimen sitoreduksi bila:
Pasien tidak dapat mentoleransi phlebotomi
Splenomegali progresif
Gejala sistemik lain seperti penurunan berat badan, keringat malam
Trombositosis
Pemilihan rejimen sitoreduksi:
<40 tahun: interferon (lini pertama), hidroksiakarbamid atau anagrelid (lini kedua)
40-75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), interferon atau anagrelid (lini kedua)
>75 tahun: hidroksikarbamid (lini pertama), fosfor-32 atau busulfan (lini kedua)
|
- Phlebotomi adalah terapi utama pada PV. Dengan metode ini, kadar Ht akan berkurang sehingga hiperviskositas darah ikut berkurang. Target Ht adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
- Terapi lain yang non-invasif adalah menggunakan rejimen mielosupresif seperti radioaktif fosfor (fosfor-32), klorambusil, busulfan, pipobroman, dan hidroksiurea. Klorambusil, busulfan, dan pipobroman mulai jarang digunakan karena berkaitan dengan risiko meningkatnya leukemia iatrogenik.
- Fosfor-32 masih digunakan sebagai terapi tambahan bersama phlebotomi. Median survival ratenya kombinasi kedua terapi itu mencapai 10,9-11,8 tahun. Fosfor-32 dilaporkan mengurangi trombosis pada 3 tahun pertama pengobatan. Namun setelah 3 tahun, risiko trombosis kembali meningkat.
- Rejimen mielosupresif golongan non-alkylating seperti hidroksiurea banyak digunakan untuk PV, karena efek leukemogeniknya rendah. Hidroksiurea juga mengurangi risiko trombosis dibandingkan phlebotomi saja.Interferon alfa-2b rekombinan mengurangi proses mieloproliferasi, splenomegali, rasa gatal. Keuntungannya, interferon alfa-2b tidak bersifat mutagenik dibandingkan rejimen mielosupresif. Banyak pasien yang tidak mau melanjutkan penggunaan interferon karena efek samping dan biaya mahal.
- Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang bisa, hanya mengurangi gejala dan memperpanjang angka hidup pasien. Pasien PV yang tidak menjalani pengobatan hanya dapat bertahan hidup selama 6-18 bulan, sedangkan bila diobati bisa sampai 10 tahun. Semoga dengan kemajuan bioteknologi dan biomolekuler, terapi PV bisa lebih spesifik.
Supported By:
GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :
http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic @growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967 Clinical – Editor in Chief : Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician email : judarwanto@gmail.com curriculum vitae: @WidoJudarwanto www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533 PIN BB 25AF7035We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life. |