Penanganan dan Pencegahan Thalasemia

Penanganan dan Pencegahan Thalasemia

Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.

Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Penyakit ini cukup berbahaya karena menyerang sumsum tulang belakang, sehingga tidak mampu meregenerasi sel darah merah ke seluruh tubuh. Penderita thalasemia pada umumnya, mengalami penumpukan zat besi pada organ tubuhnya. Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak itu meninggalkan zat besi dalam tubuh.  Dalam kondisi normal, katanya, zat besi ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh tubuh. Akan tetapi, karena tubuh memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah, maka terjadi penumpukan zat besi di hampir seluruh organ tubuh. Karena penumpukan zat besi yang berlebihan itu mengakibatkan beberapa penderira penyakit Thalasemia kulitnya menghitam. “Jadi kondisi mereka gampang sakit, pertumbuhannya melambat, akibat sel darah merah yang tidak bisa berproduksi optimal. Harapan hidup penderita penyakit ini, menurut beberapa penelitian, hanya bisa mencapai 25 hingga 30 tahun masa hidupnya.

Hemoglobin tersusun dari dua jenis rantai protein, yaitu rantai protein alpha globin dan rantai protein beta globin. Bila yang terganggu pembentukannya adalah rantai protein alpha globin, maka thalasemia yang timbul disebut thalasemia alpha. Bila yang terganggu adalah rantai protein beta, maka thalasemia yang timbul disebut thalasemia beta. Kedua tipe ini bisa ditemukan dalam bentuk ringan hingga berat. Ada yang dikenal sebagai thalasemia alpha mayor yaitu bila dua dari empat rantai genetik rantai protein alpha mengalami kelainan. Hal serupa berlaku bila rantai protein beta yang mengalami kelainan, disebut thalasemia beta mayor. Untuk menentukan tergolong jenis thalasemia mana yang diderita seseorang memerlukan pemeriksaan dan analisis genetika yang khusus.

Klasifikasi talasemia

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

  • Talasemia alfa Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis
  1. Delesi pada empat rantai alfa Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
  2. Delesi pada tiga rantai alfa Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
  3. Delesi pada dua rantai alfa Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
  4. Delesi pada satu rantai alfa Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.
  • Talasemia beta Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.

Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria

Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia.

Uji talasemia pra-kelahiran

Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

Genetik

  • Thalasemia memang diturunkan dari orangtua ke anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Bila gen penyebab thalasemia berasal dari kedua orangtua-nya (ayah dan ibu), maka seseorang dapat menderita thalasemia dengan manifestasi klinis sedang hingga berat.
  • Bila gen penyebab thalasemia hanya diturunkan dari salah satu orangtua, maka umumnya anak tersebut hanya menderita thalasemia dengan manifestasi klinis yang ringan, bahkan kadang tidak ada gejala klinis yang timbul. Orang dengan gen pembawa thalasemia namun tanpa gejala ini disebut pembawa sifat atau karier (carrier) thalasemia. Walaupun tanpa gejala, karier thalasemia tetap akan menurunkan gen pembawa sifat thalasemia ini pada keturunannya.

Manifestasi Klinis

  • Jenis penyakit thalassemia juga beragam. Ada yang ringan hingga yang parah. Pada Thalassemia minor, kerusakan gen yang terjadi umumnya ringan. Penderitanya hanya menjadi pembawa gen thalassemia. Dan umumnya tidak mengalami masalah kesehatan, kecuali gejala anemia ringan yang ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi dan sebagainya.
  • Adapun thalassemia mayor terjadi kerusakan gen yang berat, sehingga jantung penderita mudah berdebar-debar. Berkurangnya hemoglobin berakibat pada kurangnya oksigen yang dibawa, sehingga jantungnya terpaksa bekerja lebih keras. Selain itu, sel darah merahnya cepat rusak sehingga harus senantiasa dibantu suplai dari luar melalui transfusi.

Penanganan

  • Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL Pengidap penyakit Thalasemia juga harus melakukan transfusi darah setiap dua atau tiga minggu sekali, tergantung tingkat keparahannya. Transfusi dilakukan, karena tubuh pasien sama sekali tidak dapat memproduksi sel darah merah.
  • Transfusi darah pada penderita thalassemia bertujuan untuk mengatasi anemia yang menyebabkan anoksia jaringan dan mengancam hidup penderita; supresi eritropoesis yang berlebih-lebihan, dan menghambat peningkatan absorbsi besi di usus. Beberapa pendapat mengusulkan agar kadar Hb dipertahankan sama atau diatas 10 g/dl. Sayangnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima. Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi yang mengganggu fungsi organ-organ vital seperti jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder. Gangguan tersebut bisa mengakibatkan kematian. “Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.”
  • Untuk mengatasi masalah kelebihan zat besi, dengan memberikan obat kelasi besi atau pengikat zat besi secara teratur dan terus menerus. Pada penderita thalassemia diberikan pula  tambahan vitamin C, E, calcium dan asam folat.
  • Pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Pada penderita thalassemia yang berat, sangat tergantung pada transfusi darah. Akan tetapi, transfusi darah memiliki efek samping, yaitu berpotensi menimbulkan kelebihan zat besi dan tertular penyakit dari darah yang ditransfusikan. Karena itu transfusi darah harus benar-benar steril. Sementara itu penumpukan zat besi yang berlebihan juga berbahaya bagi kesehatan tubuh. Untuk menghindari kelebihan zat besi, penderita thalassemia harus menghindari makanan yang mengandung zat besi. Penderita biasanya dianjurkan menjalani diet zat besi. Makanan yang menjadi pantangan antara lain: daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur berwarna hijau, roti, gandum, alkohol, serta telur ayam dan telur bebek. Akan tetapi buah-buahan serta sayur-sayuran yang mengandung asam folat dianjurkan, antara lain brokoli, susu, dan bayam.
  • Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Pada 2008, di Spanyol, seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk saudaranya yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.
  • Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total. Pada dasarnya pengobatan yang diberikan pada penderita thalssemia bersifat simptomatik dan suportif. Secara garis besar, pengobatan thalssemia terdiri dari pengobatan terhadap penyakitnya dan pengobatan terhadap komplikasi. Pengobatan terhadap penyakitnya meliputi transfusi darah, splenektomi, induksi sintesa rantai globin, transplantasi sumsum tulang dan terapi gen. Pengobatan terhadap komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan penimbunan besi, pemberian kalsium, asam folat, imunisasi dan pengobatan terhadap komplikasi lainnya.
  • Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa induksi sintesis rantai globin, dan transplantasi sumsum tulang.
  • Transplantasi sumsum tulang prinsipnya ialah memberikan stem cells (sel punca) normal donor yang mempunyai kompatibilitas sama kepada penderita thalassemia. Transplantasi sumsum tulang lebih efektif daripada transfusi darah, namun memerlukan sarana khusus dan biaya yang tinggi. Terdapat hasil menguntungkan transplantasi stem cells dari anggota keluarga dengan HLA (Human Leucocyte Antigen)  yang identik pada pasien thalasemia berat.  Penundaan transplantasi terlalu lama atau bila sudah timbul kerusakan hati dan jantung karena penimbunan besi akan mengurangi kemungkinan keberhasilan transplantasi. Jadi pada pasien thalasemia yang mempunyai donor HLA identik untuk sesegera mungkin menjalani transplantasi. Darah tali pusat sebagai sumber stem cells, mampu menyusun kembali sumsum tulang pada pasien thalassemia setelah terapi persiapan (mielo-ablasi prekondisional). Manfaat utama darah tali pusat dibandingkan sumber stem cells lainnya adalah kemampuan menembus sawar HLA, dan terdapat bukti lebih sedikit terjadi reaksi penolakan. Penggunaan donor stem cells darah tali pusat berhubungan dengan ketidaksesuaian 1-3 antigen HLA harus dipertimbangkan sebelumnya untuk keberhasilan transplantasi. Sumber stem cells yang lain adalah dari hewan kelinci yang dikembangbiakkan secara khusus (xenotransplantasi). Sumber stem cells ini menguntungkan karena tak pernah ditemukan bukti penularan virus yang berbahaya (retrovirus) dari kelinci ke manusia dan tak pernah ditolak tubuh yang memerlukan obat-obat penekan reaksi imun (imunosupresi).
  • Satu lagi adalah terapi gen, merupakan pengobatan yang paling utama dari semua penyakit genetik, namun terapi gen pada thalassemia masih terus dalam penelitian.
  • Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya

Pencegahan

  • Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya.
  • Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
  • Konsultasi genetik (genetic counseling)
  • Diagnosis prenatal.
  • Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan  yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.
  • Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.
  • Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA.
  • Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah : (1) bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya; (2) bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian; (3) kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan.
  • Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia.
  • Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat : (1) ada saudara sedarah yang menderita thalassemia, (2) kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi, (3) ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

.

growupclinic.com

Supported By:

GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :   http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic Creating-hashtag-on-twitter@growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***
Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967  Clinical – Editor in Chief : Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician email : judarwanto@gmail.com curriculum vitae Creating-hashtag-on-twitter: @WidoJudarwanto www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533 PIN BB 25AF7035

We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life.
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider

Copyright © 2013, GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved
About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di *Pediatric-Hematology Oncology dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s