Penanganan Terkini Gangguan Jiwa Identitas Disosiatif atau Gangguan Kepribadian Majemuk

Gangguan identitas disosiatif (gangguan kepribadian majemuk) adalah gangguan jiwa yang berasal dari akibat sampingan dari trauma parah pada masa kanak-kanak dan remaja. Individu biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda.Masing-masing individu dengan ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka sendiri.Setidaknya dua kepribadian ini secara berulang memegang kendali penuh atas tubuh si individu

Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda, istilah ini lalu diperkenalkan pada tahun 1987

Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan, walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai gejala kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664.

Pada tahun 1812, Benjamin Rush, yang juga dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus gangguan disosiatif dan kepribadian ganda. Dia menulis buku psikiatri pertama tentang gangguan kepribadian ganda berjudul “Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan” (asli dalam bahasa Inggris: “Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind”), teorinya mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak.

Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir di tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan.Felida X memiliki 3 kepribadian dimana kepribadian 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal.Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline.

Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi.Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang disosiatif, dia mengatakan bahwa “gegar” (shock) pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal.

Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906.[rujukan?] Pada tahun 1987, istilah Gangguan Kepribadian Majemuk (Multiple Personality Disorder disingkat MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi Gangguan Disosiatif (Dissociative disorder) pada DSM III. Pada tahun 1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku “Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder” dan ditahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian Gangguan Kepribadian Majemuk: Diagnosis, Ciri-ciri Klinis, dan Pengobatannya (judul asli dalam bahasa Inggris:“Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment”.)

Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). [10]

Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an. Buku yang bercerita tentang penderita-penderita gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil, Karen,dan Billy.

Kriteria diagnosis

Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada seseorang , yakni:

  • Kehadiran dua atau lebih kepribadian.
  • Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku.
  • Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya.
  • Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.

Tanda dan gejala

  • Amnesia Disosiatif Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres. Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres. Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.

Perkembangan Klinis amnesia disosiatif:

  • Hilangnya daya ingat (sebagian / seluruh), biasanya mengenai kejadian-kejadian penting (stressful, traumatik) yang baru terjadi, tidak disebabkan gangguan mental organic, kelupaan, kelelahan, intoksikasi.
  • Individu tiba-tiba menjadi tidak dapat mengingat kembali informasi personal yang penting (biasanya setelah mengalami beberapa peristiwa stressful).
  • Selama periode amnesia, perilaku atau kemampuan individu mungkin tidak berubah, kecuali bahwa hilangnya memori menyebabkan beberapa disorientasi, tidak mengenali identitas (asal, teman, keluarga, dll)
  • Hilangnya memori
  • Bisa hanya untuk peristiwa tertentu atau seluruh peristiwa kehidupan
  • Biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu, bisa beberapa jam sampai dengan beberapa tahun
  • Memori biasanya kembali muncul secara tiba-tiba juga, lengkap seperti sebelumnya (hanya sedikit kemungkinan untuk kambuh)
  • Hilangnya memori tidak sama dengan yang disebabkan oleh kerusakan otak atau karena ketergantungan obat.
  • Fugue Disosiatif Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.

Perkembangan klinis Fugue Disosiatif:

  • Gangguan di mana individu melupakan informasi personal yang penting dan membentuk identitas baru, juga pindah ke tempat baru.
  • Individu tidak hanya mengalami amnesia secara total, namun juga tiba-tiba pindah (melarikan diri) dari rumah dan pekerjaan, serta membentuk identitas baru.
  • Biasanya terjadi setelah seseorang mengalami beberapa stress yang berat (konflik dengan pasangan, kehilangan pekerjaan, penderitaan karena bencana alam).
  • Identitas baru sering berkaitan dengan nama, rumah, pekerjaan bahkan karakteristik personality yang baru. Di kehidupan yang baru, individu bisa sukses walaupun tidak mampu untuk mengingat masa lalu. 
  • Recovery biasanya lengkap dan individu biasanya tidak ingat apa yang terjadi selama fugue.
  • Gangguan Depersonalisasi Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.

Perkembangan klinis gangguan Dipersonalisasi:

  • Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman individu mengenai dirinya.
  • Individu merasa “tidak riil” dan merasa asing terhadap diri dan sekelilingnya, cukup mengganggu fungsi dirinya.
  • Memori tidak berubah, tapi individu kehilangan sense of self.
  • Gangguan ini menyebabkan stress dan menimbulkan hambatan dalam berbagai fungsi kehidupan.
  • Biasanya terjadi setelah mengalami stress berat, seperti kecelakaan atau situasi yang berbahaya.
  • Biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis (dalam waktu yang lama).
  • Gangguan Identitas Disosiatif Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.

Perkembangan Gangguan Indentitas Disosiatif:

  • Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak belakang.
  • Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori masing-masing.
  • Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya periode waktu yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari kepribadian yang lain sering bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak diketahui milik siapa.
  • Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan dengan kepribadian yang lain.
  • Keberadaan pribadi-pribadiyang berbeda menyebabkan gangguan dalam kehidupan seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-obatan.
  • Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak (adanya trauma berat di masa kanak-kanak), namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat dari bentuk gangguan disosiatif lainnya
  • Wanita > pria

Penderita gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejala sebagai berikut:

  • Depersonalisasi dan derealisasi Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang yang asing atau tidak nyata.
  • Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar disuatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak sadar kapan pergi ketempat itu.
  • Sakit kepala dan keinginan bunuh diri Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.
  • Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.
  • Perilaku menyakiti diri sendiri
  • Kecemasan dan depresi Individu umumnya mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali mengalami hal-hal yang tidak diingatnya.

Diagnosis

Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama.Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.

Wawancara Klinis Terstruktur (Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID-D)). Metode wawancaranya pun telah memiliki panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur untuk Penderita Gangguan Identitas Disosiatif (Diagnosis dan Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS)).

Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis yang dinamakan Pengukuran Kejadian Disosiatif pada Penderita (bahasa Inggris: Dissociative Experience Scale (DES)).Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat.

Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif kerap kali mirip dan/atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panik. Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.

Panduan diagnosis

Berbagai panduan diagnosis dari gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:

  • ICD-10 dengan kode F44.9
  • DSM-IV TR dengan kode 300.14
  • PPDGJ III dengan kode F60.2

Penyebab

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan identitas disosiatif,[14] yaitu:

  • Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah.
  • Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang.
  • Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
  • Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis.

Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse).

Teori Psikoanalisa

Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kepribadian seseorang.Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk. Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.[rujukan?] Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa. Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi.] Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi. Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.

Penanganan

  • Beberapa gejala gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada.Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.
  • Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.[rujukan?] Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya.Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian. Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya. Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya.Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.
  • Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybildan Karen. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya.Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri. Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus.Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan.Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.
  • Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.
  • Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.
  • Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien. Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah dengan mengakses kenangan traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut.
  • Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi klinis. Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
  • Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom. Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil. Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
  • Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.

Prognosis

Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami.Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan, dan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya.Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak.Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif.Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya.Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya.Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan.Stres atau penyalah-gunaan zat juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan

.

growupclinic.com

Supported By:

GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :   http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic Creating-hashtag-on-twitter@growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***
Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967  Clinical – Editor in Chief : Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician email : judarwanto@gmail.com curriculum vitae Creating-hashtag-on-twitter: @WidoJudarwanto www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533 PIN BB 25AF7035

We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life.
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider

Copyright © 2013, GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved
About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di *Parenting, *Pediatric-Development Behaviour dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s