Sphingomyelin bukan zat-gizi esensial. Sphingomyelin dapat disintesis tubuh dari prekusor-prekusor (cikal-bakal) lemak, monosakarida, protein. Sphingomyelin sudah terdapat dalam dalam kandungan susu sapi. Esensial adalah bila tubuh membutuhkan namun tidak dapat memproduksi, jadi harus tersedia dalam aneka ragam makanan sehari-hari. Zat gizi esensial yaitu karbohidrat, protein (lengkap dengan asam amino esensial), lemak (lengkap dengan asam lemak esensial: linoleat dan linolenat), vitamin,dan mineral. Bila kecukupan seluruh zat gizi esensial tercukupi dari ragam makanan bergizi seimbang, zat gizi non-esensial lainnya dapat diproduksi oleh tubuh. Pemberian AA, DHA dan sphingomyelin bukan bersifat saling menggantikan tetapi saling mendukung dalam pembentukan dan fungsi kerja sel saraf yang optimal.
Sphingomyelin adalah sphingolipid yang pertama kali dikarakterisasikan oleh J.L.W. Thudicum di tahun 1884. Sebenarnya secara kimiawi dan struktural, Sphingomyelin masih bisa dikategorikan di dalam kelompok lemak fosfolipid, namun Sphingomyelin dikategorikan sphingolipid karena kerangkan kimianya yang bernama sphingosin. Sedangkan DHA atau Docosahexaenoic acid adalah asam lemak esensial Omega-3. Secara kimiawi, DHA adalah asam karbosilik dengan rantai 22-karbon dan ikatan ganda enam cis; ikatan ganda pertama berada pada karbon ketiga dari ujung omega.
Di dalam tubuh, Sphingomyelin dihidrolisasikan melalui saluran gastrointestinal ke dalam kategori metabolit (berbasis seramida dan sphingoid) yang digunakan oleh sel-sel untuk mengatur pertumbuhan, pembedaan, apoptosis dan fungsi sel yang lainnya. Studi yang sudah diadakan selama ini telah menunjukkan bahwa sphingolipid mencegah karsinogenesis pada usus, mengurangi serum kolesterol LDL dan menaikkan HDL. Metabolisme sphingolipid juga bisa dimodifikasi dengan asam lemak dan mycotoxins (fumosinins) yang dapat membantu regulasi sel dan mengurangi penyakit.
Sementara pentingnya DHA dalam nutrisi balita dikenali dari pertumbuhan yang cepat dari asam lemak ini di otak dilaporkan dapat menambah perkembangan kecerdasan pada anak-anak dan DHA pun mulai diakui sebagai nutrisi yang penting untuk sistem penglihatan dan syaraf dari berbagai penelitian. DHA (dan terutama bila dikombinasikan dengan AA) dapat meningkatkan perkembangan visual dan kognitif secara cukup berarti.
Peranan Sphingomyelin sendiri berada dalam pembentukan myelin dan ini berfungsi untuk menyelimuti sel syaraf yang akan membantu impuls pada sel syaraf tersebut. Proses penyelimutan dari syaraf inilah yang kemudian dikenal dengan nama myelinasi. Myelin adalah lembar yang kaya lipid dimana komponen utamanya adalah sphingomyelin dan metabolit sphingolipid lain. Fungsi dari Myelin ini sendiri adalah untuk mempercepat impuls dari satu sel syaraf ke yang lainnya, termasuk otot dan sel target lain. Semakin banyak penelitian sekarang ini yang memfokuskan dalam peranan Sphingomyelin dalam perkembangan sel syaraf.
Sphingomyelin sangatlah penting untuk perkembangan otak anak. Otak sebagai kelenjar yang terutama yang mengirimkan “kurir-kurir” kimiawi ke seluruh tubuh, memberitahukan tiap organ tubuh cara bekerja. Bagian yang penting dari “kurir-kurir” kimiawi ini adalah prostaglandin (yang disebut demikian karena pertama kali ditemukan pada kelenjar prostat). Prostaglandin memulai sistem memperbaiki tubuh. Tubuh memerlukan dua jenis lemak untuk memproduksi sel otak yang sehat (si pengirim pesan) dan prostaglandin (si kurir). Dan lemak ini adalah asam lemak Omega-6 dan Omega-3. Sedangkan Sphingomyelin sendiri menjaga syaraf-syaraf yang bekerja di otak sehingga tidak ada satupun yang terhambat.
Dalam berbagai laporan ilmiah, disebutkan bahwa kandungan Sphingomyelin dalam Air Susu Ibu (ASI) adalah 29% dari total fosfolipid dalam ASI. Jumlah ini lebih tinggi bila dibandingkan susu sapi yang hanya 24%. Dalam suatu review yang dilakukan oleh Vesper et al. (1999), produk hewani relatif mengandung sphingolipid lebih banyak dibandingkan produk nabati. Pengecualian untuk kedelai, ternyata memiliki kandungan sphingolipid yang cukup tinggi. Sphingomyelin dari makanan ternyata sedikit dihidrolisis pada bagian lambung dan utamanya dibagian usus halus dan kolon. Namun demikian, tidak semua dari sphingolipid, termasuk sphingomyelin di dalamnya, yang dicerna tersebut dapat terserap oleh tubuh, sekitar 10% tidak terserap dan dikeluarkan melalui usus besar (kolon).
Karena sphingolipid masih tergolong kelompok lipid, maka proses pengangkutan dan distribusinya mengikuti pola distribusi lemak, artinya setelah diurai menjadi metabolit penyusunnya, lalu sebagian ada yang digabungkan kembali dalam molekul sphingolipid. Bersama-sama dengan komponen lipid lainnya, semua dikumpulkan sebagai kilomikron dan selanjutnya didistribusikan kepada jaringan yang membutuhkan. Bahkan diketahui bahwa sphingomyelin sendiri banyak terdapat pada kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan kolesterol HDL (high density lipoprotein).
Penelitian menggunakan hewan percobaan menunjukkan bila aktivitas enzim yang berperan mensintesis sphingomyelin terhambat, maka proses penyelimutan (myelinasi) sel saraf juga akan terhambat. Sebaliknya, dengan penambahan asupan sphingomyelin, maka proses myelinasi yang terhambat tersebut akan kembali diaktifkan. Kondisi gizi rendah menjadi salah satu faktor terhambatnya aktivitas enzim pembentuk sphingomyelin tersebut.