Hukum dan ASI: UU Kesehatan Melindungi Hak Bayi Mendapatkan ASI

HUKUM DAN ASI:

UU KESEHATAN MELINDUNGI HAK BAYI MENDAPATKAN ASI

Berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak seratus juta Rupiah. Pasal yang mengatur hal tersebut sudah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang disahkan oleh Presiden RI, DR H Susilo Bambang Yudhoyono bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Andi Mattalatta pada 13 Oktober 2009.

ASI adalah hak anak Dalam UU kesehatan baru ini, hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif dijelaskan dalam Pasal 128 Ayat 1 yang berbunyi, Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Dengan adanya UU ini, jelas sudah bahwa seorang anak yang baru dilahirkan dalam kondisi normal—artinya tidak memerlukan tindakan penanganan khusus—berhak mendapatkan ASI secara eksklusif. Lebih lanjut di ayat selanjutnya ditegaskan lagi, Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

Seorang ibu sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitar terutama dari keluarga seperti suami, orangtua, atau orang di lingkungan kerjanya. d Demi kelancaran pemberian ASI pada bayinya. Ayat 3 berbunyi, ” Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pada kenyataannya, belum banyak dijumpai fasilitas umum yang menyediakan tempat khusus bagi ibu menyusui (breastfeeding room). Hal tersebut tampaknya juga belum tersosialisasikan pada perusahaan-perusahaan, tempat dimana banyak terdapat ibu bekerja yang sedang melaksanakan ASI eksklusif. Setidaknya menilik ayat 3 tadi, perusahaan dapat menyediakan tempat khusus yang bersih dan nyaman sebagai tempat dimana seorang ibu menyusui dapat memompa ASI-nya untuk kemudian menyimpannya ke dalam botol dan diberikan pada bayinya sepulang dari bekerja.

Peran pemerintah pun secara tegas dinyatakan dalam Pasal 129 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Kebijakan yang berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan kriteria tersebut tersebut selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah [Pasal 239 ayat (2)]. Peraturan Pemerintah tersebut harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan UU Kesehatan (Pasal 202) ini yaitu tanggal 13 Oktober 2009, sehingga PP paling lambat sudah harus dikeluarkan pada 13 Oktober 2010. Kelebihan dalam UU Kesehatan ini adalah adanya sanksi pidana yang dinyatakan secara tegas dalam Pasal 200.

Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif telah disahkan. Ini tentu menjadi sebuah kabar gembira bagi para ibu, khususnya ibu menyusui yang mendambakan dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif kepada buah hati tercintanya. Pengesahan PP Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif telah diputuskan  1 Maret 2012.

Peraturan pemerintah ini dilahirkan guna menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan.
Di samping itu, kebijakan ini juga untuk melindungi ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Di dalam peraturan tersebut dibahas mengenai Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif, pengaturan penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya, sarana menyusui di tempat kerja dan sarana umum lainnya, dukungan Masyarakat, tanggung jawab pemerintah, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam serta pendanaannya.

Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, perlu dukungan berbagai pihak mulai dari Pemerintah, Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota, Penyelenggara Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, masyarakat serta keluarga terdekat ibu.

Sanksi pidana

Terkait dengan Pasal 128 tadi, UU Kesehatan ini kemudian menetapkan sanksi yang tercantum dalam Pasal 200, yakni ”Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).”

Lebih lanjut dalam Pasal 201 dinyatakan bahwa bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang disebutkan dalam Pasal 200. Itu artinya pidana denda bagi korporasi yang melanggar Pasal 200 adalah paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah).

Dalam Pasal 201 ayat (2) disebutkan pula bahwa selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum. Dengan adanya UU ini terlebih dengan sanksi pidana bagi perorangan maupun lembaga yang menghalangi hak anak akan ASI, dapat menjadi payung sebagai upaya pemeliharaan kesehatan bayi, mempersiapkan generasi yang sehat dan cerdas, serta dapat menurunkan angka kematian bayi dan menurunkan risiko kanker pada ibu.

Kontroversi Undang Undang Kesehatan tentang ASI

Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemberian air susu ibu eksklusif” adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan,dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Sedangkan kriteria apakah “indikasi medis” itu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis

Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja dan sarana umum [Pasal 128 ayat (2) dan ayat (3)]

Kontroversi Pasal 128: Tidak dijelaskan secara terperinci, apa sajakah kriteria “indikasi medis” yang dapat menyebabkan seorang ibu tidak dapat memberikan ASI. Dalam penjelasan hanya disebutkan bahwa indikasi medis ini ditetapkan oleh tenaga medis. AIMI menyarankan bahwa yang dimaksud dengan ”indikasi medis” tersebut hendaknya mengacu pada ketentuan World Health Organization (WHO) No. WHO/NMH/NHD/09.01 WHO/FCH/CAH/09.01 regarding Acceptable medical reasons for use of breast-milk substitutes tahun 2009.

Kriteria fasilitas khusus di tempat kerja dan sarana umum untuk mendukung pemberian ASI dan ibu menyusui hendaknya dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana undang-undang dalam bentuk Peraturan Pemerintah, walaupun hal ini tidak dinyatakan dalam Pasal 128 UU Kesehatan.

Pasal 200:

Berbeda dengan beberapa peraturan perundangan yang memuat ketentuan pidana yang biasanya diawali dengan kalimat ”barang siapa”, ketentuan pidana dalam UU Kesehatan ini dimulai dengan kalimat ”setiap orang”. Perbedaannya adalah kalimat ”barang siapa” berarti orang perorangan dan badan hukum. Sedangkan ”setiap orang” berarti orang perorangan. Namun demikian, bukan berarti bila tindak pidana dilakukan oleh korporasi/badan hukum maka tidak ada sanksi pidana baginya, sesuai dengan ketentuan tentang badan hukum, maka pengurusnyalah yang bertanggung jawab atas dugaan pidana tersebut (misalnya dalam perseroan terbatas, yang bertanggung jawab adalah direktur). Lebih lanjut dalam Pasal 201 dinyatakan bahwa bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang disebutkan dalam Pasal 200 [berarti pidana denda bagi korporasi yang melanggar Pasal 200 adalah paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah)]. Dalam Pasal 201 ayat (2) disebutkan pula bahwa selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.

Promosi susu Formula

Klausul yang menyatakan tenaga kesehatan dapat memberikan susu formula bayi untuk memenuhi kebutuhan bayi rupanya menjadi perdebatan. Klausul yang terdapat diantara pasal 88 dan 89 RUU kesehatan itu menimbulkan reaksi. Pencantuman kata susu formula dianggap tidak tepat dan justru membuat masyarakat salah pengertian. Oleh karena itu, gabungan lembaga dan masyarakat peduli ASI menolak dengan tegas RUU tersebut. Penyebutan susu formula dalam suatu Undang-undang sama saja dengan penyebutan suatu jenis obat, dan hal tersebut tidak dibenarkan. Klausul tersebut juga akan menimbulkan kerancuan, masyarakat akan mengidolakan susu formula. “Padahal pemberian susu formula bukan hal yang tepat untuk menyembuhkan mal nutrisi. Donasi dari ibu akan jauh lebih baik. Justru susu formula yang menjadi penyebab gizi buruk pada anak. Pemakaian susu formula bagi anak tidak tepat, susu formula hanya cocok bagi anak sapi. Selain mempermasalahkan klausul penggunaan susu formula untuk memenuhi kebutuhan bayi, gabungan lembaga dan masyarakat peduli ASI juga meminta DPR mencabut penjelasan pasal 88 ayat (2) yang berbunyi Pemberian Air Susu Ibu dapat berupa pemberian ASI ekslusif dan non eksklusif. Pasalnya penjelasan tersebut bertentangan dengan  SK Menteri Kesehatan No: 450/MENKES/SK/IV /2004 yang menetapkan pemberian ASI secara ekslusif sejak lahir sampai dengan berumur enam bulan. Terdapat kejanggalan pada klausul tersebut. Pasalnya pada draft awal RUU kesehatan, tidak dicantumkan mengenai penggunaan susu formula untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Tidak secara spesifik disebutkan tentang pengaturan promosi susu formula, namun promosi susu formula haruslah memenuhi ketentuan dalam Pasal 110 yang berbunyi: “Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau disertai klaim yang tidak dibuktikan kebenarannya”

UU Kesehatan ini berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 13 Oktober 2009. Dengan adanya UU Kesehatan baru ini, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, sedangkan semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Kesehatan ini. Dimasukkannya pasal-pasal yang menyangkut pemberian asi sebagaimana disebutkan di atas merupakan suatu langkah maju bagi upaya peningkatan dan perlindungan pemberian ASI di Indonesia. Namun demikian, tetap diperlukan adanya peraturan pelaksana yang lebih spesifik mengatur tentang perlindungan pemberian ASI bagi ibu menyusui. Pasal-pasal tentang ASI dalam UU Kesehatan ini dapat menjadi suatu landasan yang kuat untuk diterbitkannya peraturan perundangan yang mengatur tentang pemasaran susu formula

supported by

CHILDREN GRoW UP CLINIC Yudhasmara Foundation Inspirasi Orangtua Cerdas, Tumbuhkan Anak Semakin Sehat, Kuat dan Pintar

  • CHILDREN GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102
  • CHILDREN GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, phone (021) 44466103 – 97730777
  • email :
  • http://childrengrowup.wordpress.com
WORKING TOGETHER FOR STRONGER, SMARTER AND HEALTHIER CHILDREN BY EDUCATION, CLINICAL INTERVENTION, RESEARCH AND NETWORKING INFORMATION . Advancing of the future pediatric and future parenting to optimalized physical, mental and social health and well being for fetal, newborn, infant, children, adolescents and young adult
LAYANAN KLINIK KHUSUS “CHILDREN GRoW UP CLINIC”

  • Children Allergy Clinic Online
  • Picky Eaters Clinic (Klinik Kesulitan makan Pada Anak) dan GROW UP CLINIC (Klinik Khusus Gangguan Pertumbuhan Berat badan Anak)
  • Children Foot Clinic
  • Children Rehabilitation Clinic
  • Children Speech Clinic
  • Pain Management Clinic Jakarta
  • Medicine Baby Gym & Children Massage
  • NICU – Premature Follow up Clinic

PROFESIONAL MEDIS “CHILDREN GRoW UP CLINIC”

  • Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967
  • Dr Widodo Judarwanto SpA, Pediatrician
  • Fisioterapis dan terapiokupasi lainnya

Clinical – Editor in Chief :

Dr WIDODO JUDARWANTO SpA, pediatrician

  • curriculum vitae
  • email :
  • Twitter: @WidoJudarwanto
  • Facebook: http://www.facebook.com/widodo.judarwanto
  • Mobile Phone O8567805533
  • PIN BB 28839D57
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider

Copyright © 2012, CHILDREN GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved

About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di ***Air Susu Ibu dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s