Penyakit Flu Burung adalah penyakit infeksi virus yang sangat cepat penularannya dan dapat mengancam jiwa dengan angkan kematiannya sangat tinggi. Bila seseorang mengalami demam tinggi dan batuk maka yang berkecamuk di pikiran kita saat itu, apakah gejala flu burung atau bukan? Wajar saja kecemasan berlebihan ini terjadi.
Perjalanan penyakit yang disebabkan virus H5N1 ini sangat cepat dan sangat menakutkan. Dalam hitungan hari gejala bertambah berat sangat cepat dapat mengancam jiwa dengan ”case fatality rate” lebih dari 80%. Pada awalnya sulit membedakan dengan penyakit lainnya. Bila sedikit saja terjadi keterlambatan maka nyawa penderita sulit terselamatkan. Sehingga masyarakat perlu memahami perbedaan flu burung dengan flu biasa.
Repotnya untuk memastikan adanya penyakit inipun harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium yang canggih. Di Indonesia laboratorium resmi yang diakui WHO masih belum ada. Sehingga kita masih harus mengirimkan ke laboratorium di luar negeri, seperti Hongkong.
Harus diakui pada awal perjalanan penyakit uslit membedakan flu burung dan flu biasa. Karena, tampilan klinis manusia yang terinfeksi flu burung menunjukkan gejala awal mirip terkena flu biasa. Diawali dengan demam, mialgia (nyeri otot dan tulang), sakit tenggorokan dan batuk. Dalam perkembangannya menjadi sesak dan kondisi tubuh sangat cepat menurun drastis. Bila tidak segera ditolong, korban bisa meninggal karena berbagai komplikasi. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah mengakibatkan gagal napas dan beberapa kelainan organ tubuh lainnya seperti hati, ginjal, jantung atau otak. Deteksi dini gejala penyakit ini tampaknya akan mengoptimalkan penanganannya sehingga dapat menekan angka kematian. Membedakan sejak dini infeksi flu burung dengan flu biasa juga dapat mengurangi kecemasan berlebihan yang terjadi.
PENILAIAN AWAL MEMBEDAKAN FLU BURUNG DAN FLU BIASA
- Gejala flu burung pada manusia adalah demam tinggi, mialgia (nyeri otot dan tulang), sakit tenggorokan, batuk dan sesak. Harus lebih diwaspadai bila terdapat salah gejala tersebut disertai pernah kontak dengan unggas yang dicurigai mengalami flu burung atau unggas yang sakit dan mati mendadak. Gejala awal ini biasanya juga didapatkan pada penyakit faringitis (infeksi tenggorokan), tonsilitis (amandel), flu atau infeksi saluran napas akut lainnya. T
- etapi pada beberapa penyakit infeksi saluran napas akut tersebut jarang berlanjut menjadi sesak napas. Bila hingga hari ke 7 demam, tidak mengalami sesak napas maka kekawatiran flu burung dapat disingkirkan. Demam yang terjadi biasanya lebih dari 38oC dan berlangsung sekitar seminggu. Bila demam terjadi lebih dari seminggu biasanya bukan flu burung.
- Bagaimana cara untuk menilai seseorang sesak atau tidak ? Pada usia usia bayi di bawah 1 bulan dikatakan sesak bila jumlah gerakan pernapasan meningkat lebih dari 60 kali permenit, usia 1 bulan – 1 tahun lebih 50 kali permenit atau usia >1 tahun lebih 40 kali permenit. Gerakan pernapasan dilihat dari gerakan naik turun dada saat bernapas. Gejala sesak juga dapat dilihat dengan adanya gerakan napas cuping hidung atau kedua cuping hidung bergerak-gerak saat bernapas. Gejala lain yang tampak adalah adanya tarikan otot bantu napas di ujung tulang dada depan, otot di sela iga atau di otot di sekitar perbatasan dada dan perut. Pada sesak yang berat tampak sesorang akan gelisah, kesadaran menurun dan disertai kebiruan pada bibir, ujung tangan dan kaki.
- Bila terdapat sesak napas disertai gejala demam, sakit tenggorokan atau batuk kita harus lebih cermat. Kasus seperti ini dalam penatalaksanaan flu burung disebut kasus observasi. Artinya, harus lebih teliti untuk mendapatkan informasi tambahan seperti adanya kontak dengan unggas yang terinfeksi dan pemeriksaan laboratorium pendukung lainnya.
- Gejala demam, sakit tenggorokan, batuk dan sesak napas juga didapatkan pada penyakit infeksi saluran napas disertai dengan asma. Penyakit asma biasanya pernah didapatkan adanya riwayat sesak sebelumnya. Pada kasus seperti ini, sesak akan membaik atau berkurang setelah diberikan obat bronkodilator (pelega napas) baik berupa obat minum atau obat hirupan. Pada orang tua kasus seperti ini juga didapatkan pada penyakit infeksi saluran napas akut disertai penyakit jantung dan penyakit kronik paru lainnya.
- Serangkaian gejala tersebut juga didapatkan pada penyakit pnemonia (radang paru) karena bakteri, atau virus lainnya. Gejala pnemoni ini mirip karena pada infeksi flu burung juga dapat terjadi pnemonia. Selain dengan pemeriksaan fisik penderita juga dapat ditunjang dengan pemeriksaan rontgen dada.
- Gambaran khas pnemoni adalah adanya gambaran infiltrat atau perselubungan pada ke dua lapang paru. Kita harus mencurigai adanya infeksi flu burung bila disertai 1 atau lebih informasi lain. Diantaranya adalah hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtypenya. Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang dipastikan mengidap flu burung. Atau, kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit. Bila didapatkan hal tersebut maka disebut kasus probabale (tersangka) infeksi flu burung.. Bila hal ini terjadi maka penderita harus dirujuk ke rumah sakit yang telah ditentapkan pemerintah di setiap daerah, seperti Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso di Jakarta.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Pemeriksaan untuk penunjang diagnosis sangat diperlukan dalam penatalaksanaan penderita. Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan adanya infeksi flu burung pada manusia adalah hasil biakan virus positif Influenza A (H5N1) atau hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk influenza H5 . Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan serologis dengan peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar > 4 x atau hasil dengan IFA positif untuk antigen H5. Bila dengan pemeriksaan salah satu tersebut dinyatakan posisitif maka dinyatakan sebagai kasus confirmed atau kasus pasti.
- Pemeriksaan serologi lain adalah pemeriksaan laboratorium antibodi spesifik pada 1 spesimen serum tertentu untuk virus influenza A (H5). Tetapi pemeriksaan ini masih belum terlalu sensitif. Bila hasilnya positif masih dianggap kategori kasus probable (diduga).
- Pemeriksaan laboratorium lainnya bukan untuk memastikan adanya infeksi flu burung. Tetapi hanya sebatas untuk membantu menilai prognosis, menentukan jenis tindakan serta untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit lainya. Pemeriksaan rutin tersebut adalah pemeriksaan darah lengkap ( hemoglobin, hitung lekosit, hitung jenis lekosit, trombosit, laju endap darah), albumin, globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase dan analisa gas darah. Pemeriksaan mikrobiologi yang diperlukan adalah pemeriksaan gram dan basil tahan asam atau kultur sputum dan usap tenggorokan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Henzler DJ, Kradel DC, Davison S, Ziegler AF, Singletary D, DeBok P, Castro AE, Lu H, Eckroade R, Swayne D, Lagoda W, Schmucker B, Nesselrodt A. 2003. Epidemiology, production losses, and control measures associated with an outbreak of avian influenza subtype H7N2 in Pennsylvania (1996–98). Avian Diseases 47(Suppl 3):1022–1036. 2. Kobasa D, Takada A, Shinya K, Hatta M, Halfmann P, Theriault S, Suzuki H, Nishimura H, Mitamura K, Sugaya N, Usui T, Murata T, Maeda Y, Watanabe S, Suresh M, Suzuki T, Suzuki Y, Feldmann H, Kawaoka Y. 2004. Enhanced virulence of influenza A viruses with the haemagglutinin of the 1918 pandemic virus. Nature 431(7009):703–707. 3. Neuraminidase Inhibitor Susceptibility Network. 2004. NISN statement on antiviral resistance in influenza viruses. Weekly Epidemiological Record 79(33):306–308. 4. Simonsen L, Fukuda K, Schonberger LB, Cox NJ. 2000. The impact of influenza epidemics on hospitalizations. Journal of Infectious Diseases 181(3):831–837. 5. Snacken R, Kendal AP, Haaheim LR, Wood JM. 1999. The next influenza pandemic: Lessons from Hong Kong, 1997. Emerging Infectious Diseases 5(2):195–203. 6. Stevens J, Corper AL, Basler CF, Taubenberger JK, Palese P, Wilson IA. 2004. Structure of the uncleaved human H1 hemagglutinin from the extinct 1918 influenza virus. Science 303(5665):1866–1870. 7. Kuiken T et al (2004), Avian H5N1 Influenza in Cats, Science 2004 306: 241 8. Tumpey TM, Garcia-Sastre A, Mikulasova A, Taubenberger JK, Swayne DE, Palese P, Basler CF. 2002. Existing antivirals are effective against influenza viruses with genes from the 1918 pandemic virus. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 99(21):13849–13854. 9. Tumpey TM, Garcia-Sastre A, Taubenberger JK, Palese P, Swayne DE, Basler CF. 2004. Pathogenicity and immunogenicity of influenza viruses with genes from the 1918 pandemic virus. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 101(9):3166–3171.
Supported By:
GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :
http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic @growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967 Dr Widodo Judarwanto, PediatricianWe are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life. |
Clinical – Editor in Chief :
- Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician
- email :
- curriculum vitae : @WidoJudarwanto
- www.facebook.com/widodo.judarwanto