Penyebab dan Penanganan Anak Terlambat Bicara

Penyebab dan Penanganan Anak Terlambat Bicara ?

Dr Widodo Judarwanto SpA

PENDAHULUAN

Bicara dan bahasa merupakan sarana yang penting manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Anak sebagai mahluk sosial  sudah bisa melakukan komunikasi sejak lahir. Tujuan utama komunikasi adalah menyampaikan informasi secara tepat dan cepat melalui wicara, tulisan dan gerakan isyarat. Seorang anak yang mempunyai kelainan berkomunikasi akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Komunikasi dengan orang lain tersebut melalui bicara, dimana isi pikiran, perasaan dan emosi dikemukakan dengan simbul verbal atau akustik.

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.  Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.

Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak, Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering  dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut haruis lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan.

Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah keterlambatan bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional.

PROSES  FISIOLOGIS BICARA

Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.

Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.

Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman  adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan  dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.

 

PENYEBAB KETERLAMBATAN BICARA

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran,  penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan.  Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara  pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain  dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.

Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.

 

KETERLAMBATAN BICARA FUNGSIONAL

Bahasa adalah bentuk aturan atau sIstem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi.  Bahasa  bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa  dapat juga diekspresikan melalui  tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.

Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering  dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.

Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi seperti gangguan kulit dan saluran cerna. Gejala ganggua saluran cerna tersebut adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin, sering muntah atau mual. Muntah bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. Sering nyeri perut sesasaat, bersifat  hilang timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering. Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat  (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau Gangguan kulit  adalah timbul bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya. Saat bayi sering timbul gangguan kulit di pipi, sekitar mulut, sekitar daerah popok dan sebagainya.

 

CARA MEMBEDAKAN BERBAGAI KETERLAMBATAN  BICARA

Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab kesulitan berbicara.

Tabel 1. Diagnosis banding beberapa penyebab keterlambatan berbahasa dan bicara

Diagnosis

Bahasa reseptif

Bahasa ekspresif

Kemampuan pemecahan masalah visuo-motor

Pola perkembangan

Keterlambatan fungsional

normal

Kurang normal

Normal

Hanya ekspresif yang terganggu

Gangguan pendengaran

Kurang normal

Kurang normal

normal

Disosiasi

Redartasi mental

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Keterlambatan global

Gangguan komunikasi sentral

Kurang normal

Kurang normal

normal

Disosiasi, deviansi

Kesulitan belajar

normal,

kurang normal

Normal

normal,

kurang normal

Disosiasi

Autis

Kurang normal

normal,

kurang normal

Tampaknya normal, normal, selalu lebih baik dari bahasa

Deviansi, disosiasi

Mutisme elektif

normal

Normal

normal,

kurang normal

 

            Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan  keterlambatan perkembangan,

Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum,  infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.

Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan

Tabel 2. Tampilan klinis keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara nonfungsional

4 – 6 BULAN

* Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;* Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh

8 – 10 BULAN

* Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;* Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;* 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis

12 – 15 BULAN

* 12 bulan, belum menunjukkan mimik;* 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;* 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;

* 15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”;

* 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;

* 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;

18 – 24 BULAN

* 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian;* 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik* 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;

* 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;

* 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;

* 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;

* 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya

30 – 36 BULAN

* 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;* 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;

3 – 4 TAHUN

* 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya;* 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”;* 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan keterlambatan bicara fungsional biasanya tidak memerlukan penanganan secara khusus. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik setelah usia 2 tahun.  Meskipun penyebabnya bukan karena kurang stimulasi, tetapi keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak yang normal. Stimulasi yang lebih ini tidak harus melalui terapi bicara oleh seorang terapis yang memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak merugikan bagi anak. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya.

Pada keterlambatan bicara nonfungsional harus dilakukan stimulasi dan intervensi sejak dini secara khusus oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya. Semakin dini upaya tersebut dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan  keterlambatan bicara tersebut. Gangguan keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan pendekatan secara multi disiplin ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Multi disiplin ilmu yang terlibat adalah dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak, gastroenterologi anak, alergi anak, psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik, serta klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan.

 

PENUTUP

Keterlambatan bicara karena gangguan fungsional atau karena imaturitas fungsi bicara pada anak sering dijumpai. Kelainan ini baisanya tidak berbahaya dan akan membaik pada usia tertentu. Orang tua harus dapat membedakan dengan keterlambatan bicara nonfungsional, karena bila  dilakukan intervensi dini dapat memperbaiki prognosis..

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1997:845-9.
  2. Ansel BM, Landa RM, Stark-Selz RE. Development and disorders of speech and language. In: Oski FA, DeAngelis CD, eds. Principles and practice of pediatrics. Philadelphia: Lippincott, 1994:686-700.
  3. Schwartz ER. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1990: 696-700.
  4. Shonkoff JP. Language delay: late talking to communication disorder. In: Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD, eds. Rudolph’s pediatrics. London: Prentice-Hall, 1996:124-8.
  5. Silva PA, Williams S, McGee R. A longitudinal study of children with developmental language delay at age three: later intelligence, reading and behaviour problems. Dev Med Child Neurol 1987;29:630-40.
  6. Stevenson J, Richman N. The prevalence of language delay in a population of three-year-old children and its association with general retardation. Dev Med Child Neurol 1976;18:431-41.
  7. Vessey JA. The child with cognitive, sensory, or communication impairment. In: Wong DL, Wilson D, eds. Whaley & Wong’s nursing care of infants and children. St. Louis: Mosby, 1995:1006-47.
  8. Coplan J. Evaluation of the child with delayed speech or language. Pediatr Ann 1985;14:203-8.
  9. Leung AK, Robson WL, Fagan J, Chopra S, Lim SH. Mental retardation. J R Soc Health 1995;115:31-9.
  10. Schlieper A, Kisilevsky H, Mattingly S, Yorke L. Mild conductive hearing loss and language development: a one year follow-up study. J Dev Behav Pediatr 1985;6:65-8.
  11. Allen DV, Robinson DO. Middle ear status and language development in preschool children. ASHA 1984;26:33-7.
  12. Whitman RL, Schwartz ER. The pediatrician’s approach to the preschool child with language delay. Clin Pediatr 1985;24:26-31.
  13. McRae KM, Vickar E. Simple developmental speech delay: a follow-up study. Dev Med Child Neurol 1991;33:868-74.
  14. Davis H, Stroud A, Green L. The maternal language environment of children with language delay. Br J Disord Commun 1988;23:253-66.
  15. Allen R, Wasserman GA. Origins of language delay in abused infants. Child Abuse Negl 1985;9:335-40.
  16. Bishop DV. Developmental disorders of speech and language. In: Rutter M, Taylor E, Hersov L, eds. Child and adolescent psychiatry. Oxford: Blackwell Science, 1994:546-68.
  17. Denckla MB. Language disorders. In: Downey JA, Low NL, eds. The child with disabling illness: principles of rehabilitation. New York: Raven, 1982:175-202.
  18. Coplan J. ELM scale: the early language milestone scale. Austin, Tex.: Pro-Ed, 1987.
  19. Dunn LM, Dunn LM. The Peabody Picture Vocabulary Test­Revised (PPVT­R). Circle Pines, Minn.: American Guidance Services, 1981.
  20. Resnick TJ, Allen DA, Rapin I. Disorders of language development: diagnosis and intervention. Pediatr Rev 1984;6:85-92.
  21. Lowenthal B. Effect of small-group instruction in language-delayed preschoolers. Except Child 1981;48:178-9.

Supported By:

GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation GRoW UP CLINIC I Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, Phone (021) 44466103 – 97730777email :  
http://growupclinic.com http://www.facebook.com/GrowUpClinic Creating-hashtag-on-twitter@growupclinic
“GRoW UP CLINIC” Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU – Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***

Professional Healthcare Provider “GRoW UP CLINIC” Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967  Dr Widodo Judarwanto, Pediatrician
We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning the children, neglecting the fountain of life.
Clinical – Editor in Chief :
  • Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician
  • email :
  • curriculum vitae   Creating-hashtag-on-twitter: @WidoJudarwanto
  • www.facebook.com/widodo.judarwanto
Mobile Phone O8567805533 PIN BB 25AF7035
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider
Copyright © 2013, GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved
About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di ***Kesehatan Terkini, *Pediatric Neurology-Behaviour, *Pediatric-Development Behaviour dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s