Penatalaksanaan Terkini impetigo Pada Anak

Penatalaksanaan Terkini Impetigo Pada Anak

dr Widodo Judarwanto SpA. Children Grow Up Clinic, Jakarta Indonesia

Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis. Impetigo terbagi atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang epidermis dengan gambaran yang dominan ialah krusta. Organism penyebab dari penyakit ini adalah staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus betahemolyticus. Tanda khas dari impetigo krustosa ini adalah lesi awal yang berbentuk macula eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening atau pustule dan umumnya terjadi pada anak-anak. Impetigo merupakan penyakit menular, yang ditularkan melalui cairan yang berasal dari lepuhannya. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klini dari lesi. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan melakukan perawatan diri, pengobatan sistemik dan topikal.

Impetigo adalah infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula). Impetigo paling sering menyerang anak-anak, terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa muncul di bagian tubuh manapun, tetapi paling sering ditemukan di wajah, lengan dan tungkai. Pada dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernapasan atas misalnya flu atau infeksi virus lainnya.

Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo bullosa dan impetigo non-bullosa. Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo kontagiosa. Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak adalah berasal dari hewan peliharaan, kuku yang kotor, dan penularan dari teman sekolahnya. Sedangkan pada orang dewasa, penularan penyakit dapat diperoleh dari tempat cukur, salon kecantikan, kolam renang dan tertular dari anak.
Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas pada daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.

Masa inkubasi atau waktu terkena penyakit ini sampai tampak gejalanya memakan waktu 1 sampai 3 hari. Itupun tergantung pada kondisi tubuh pasien

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin.

Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu, dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus pada saat isolasi kuman.
Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.

Pada impetigo krustosa non bullous, infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.
Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.

Gejala

  • Bintik-bintik merah yang kecil menjadi lepuh yang berisi nanah dan berkeropeng; biasanya pada muka, tangan atau kepala. Impetigo berawal sebagai luka terbuka yang menimbulkan gatal, kemudian melepuh, mengeluarkan isi lepuhannya lalu mengering dan akhirnya membentuk keropeng.
  • Besarnya lepuhan bervariasi, mulai dari seukuran kacang polong sampai seukuran cincin yang besar. Lepuhan ini berisi carian kekuningan disertai rasa gatal.
  • Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola inflamasi, bila mengering akan mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di kulit. Jika diangkat maka daerah tempat melekatnya tadi nampak basah dan berwarna kemerahan.
  • Tahap ini jarang terlihat karena kulit vesikel sangat tipis dan mudah rupture. Pada dasar vesikel terdapat eksudasi, jika mengering akan menjadi krusta warna kuning. Lesi awalnya kecil (ukuran kira-kira 3-10 mm), tapi kemudian dapat membesar. Bila lesi sembuh tidak akan meninggalkan bekas. Lesi bias annular, circinata atau bundar menyerupai Tinea circinata. Lesi satelit dapat terbentuk di sekitar lesi utama yang disebabkan oleh adanya autoinoculation.
  • Tanda khas dari impetigo krustosa ini adalah warna kemerahan seperti madu atau kuning keemasan ’honey-colored’. Pada daerah tropis umumnya terjadi pada anak-anak yang kurang gizi, erupsinya bias luas dan bereaksi lambat terhadap terapi. Umumnya terjadi pada daerah-daerah tubuh yang terbuka seperti wajah, mulut, telapak tangan atau leher.
  • Tidak disertai gejala umum. Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat, yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
    Streptokkus yang menginfeksi anak-anak dan yang lebih tua tidak berbeda dengan yang terkena/menyebar pada populasi yang lain, walaupun perlu dipertimbangkan bahwa tingkat infeksi yang lebih serius bias berbeda dari kedua kelompok umur tersebut. Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa macula eritematosa berukuran 1 – 2 mm, segera berubah menjadi vesikel atau bula. Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan secret seropurulen kuning kecoklatan. Selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan secret sehingga krusta kembali menebal.
  • Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar daerah yang terinfeksi.

Diagnosis

  • Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
  • Laboratorium rutin Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan proteinuria.
  • Pemeriksaan imunologis Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
  • Pemeriksaan mikrobiologis Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif. Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negative.

Penanganan

  • Perawatan Umum : memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian. Perawatan luka dan tidak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian, dan alat cukur)
  • Sistemik Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic. Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4 kali sehari.
    Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam) diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin.
  • Antibiotik oral Antibiotik oral diberikan bila : Erupsi memberat dan semakin meluas. Anak lain yang terpapar infeksi atau bila bentuk nephritogenik telah berlebihan, Terapi oral diberikan bila pengobatan topical meragukan atau pada kasus yang disertai folliculitis
  • Topikal Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji. Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat, sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali sehari. Preparat antibiotik juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%

Komplikasi

  • Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak.
  • Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.

Prognosis

  • Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain.
  • Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.

Pencegahan

  • Mencuci tangan dengan teliti. Infeksi bisa dicegah dengan memelihara kebersihan dan kesehatan badan. Goresan ringan atau luka lecet sebaiknya dicuci bersih dengan sabun dan air, bila perlu olesi dengan zat anti-bakteri.
  • Hindari kontak dengan cairan yang berasal dari lepuhan di kulit
  • Hindari pemakaian bersama handuk, pisau cukur atau pakaian dengan penderita
    Selalu mencuci tangan setelah menangani lesi kulit.

Referensi

  • Cole C, Gazewood J. Diagnosis and treatment of impetigo. Am Fam Physician. Mar 15 2007;75(6):859-64.
  • Moulin F, Quinet B, Raymond J, Gillet Y, Cohen R. [Managing children skin and soft tissue infections]. Arch Pediatr. Oct 2008;15 Suppl 2:S62-7.
  • Hirschmann JV. Impetigo: etiology and therapy. Curr Clin Top Infect Dis. 2002;22:42-51.
  • Moran GJ, Amii RN, Abrahamian FM, Talan DA. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus in community-acquired skin infections. Emerg Infect Dis. Jun 2005;11(6):928-30.
  • Kuniyuki S, Nakano K, Maekawa N, Suzuki S. Topical antibiotic treatment of impetigo with tetracycline. J Dermatol. Oct 2005;32(10):788-92.
  • Treating impetigo in primary care. Drug Ther Bull. Jan 2007;45(1):2-4
  • Broccardo CJ, Mahaffey S, Schwarz J, et al. Comparative proteomic profiling of patients with atopic dermatitis based on history of eczema herpeticum infection and Staphylococcus aureus colonization. J Allergy Clin Immunol. Jan 2011;127(1):186-93, 193.e1-11.
  • Yamasaki O, Tristan A, Yamaguchi T, et al. Distribution of the exfoliative toxin D gene in clinical Staphylococcus aureus isolates in France. Clin Microbiol Infect. Jun 2006;12(6):585-8.
  • Daskalaki M, Rojo P, Marin-Ferrer M, Barrios M, Otero JR, Chaves F. Panton-Valentine leukocidin-positive Staphylococcus aureus skin and soft tissue infections among children in an emergency department in Madrid, Spain. Clin Microbiol Infect. Jan 2010;16(1):74-7.
  • Geria AN, Schuartz RA. Impetigo Update: New Challenges in the Era of Methicillin Resistance. Cutis. 2010;85(2):65-70.
  • Geng W, Yang Y, Wu D, et al. Molecular characteristics of community-acquired, methicillin-resistant Staphylococcus aureus isolated from Chinese children. FEMS Immunol Med Microbiol. Apr 2010;58(3):356-62.
  • Liu Y, Kong F, Zhang X, Brown M, Ma L, Yang Y. Antimicrobial susceptibility of Staphylococcus aureus isolated from children with impetigo in China from 2003 to 2007 shows community-associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus to be uncommon and heterogeneous. Br J Dermatol. Dec 2009;161(6):1347-50.
  • Loffeld A, Davies P, Lewis A, Moss C. Seasonal occurrence of impetigo: a retrospective 8-year review (1996-2003). Clin Exp Dermatol. Sep 2005;30(5):512-4.
  • Koning S, Verhagen AP, van Suijlekom-Smit LW, et al. Interventions for impetigo. Cochrane Database Syst Rev. 2004;CD003261.
  • Razmjou RG, Willemsen SP, Koning S, et al. Determinants of regional differences in the incidence of impetigo. Environ Res. Jul 2009;109(5):590-3.
  • Spurling G, Askew D, King D, Mitchell GK. Bacterial skin infections–an observational study. Aust Fam Physician. Jul 2009;38(7):547-51.
  • Patrizi A, Raone B, Savoia F, Ricci G, Neri I. Recurrent toxin-mediated perineal erythema: eleven pediatric cases. Arch Dermatol. Feb 2008;144(2):239-43.
  • George A, Rubin G. A systematic review and meta-analysis of treatments for impetigo. Br J Gen Pract. Jun 2003;53(491):480-7.
  • Koning S, Verhagen AP, van Suijlekom-Smit LW, Morris A, Butler CC, van der Wouden JC. Interventions for impetigo. Cochrane Database Syst Rev. 2004;CD003261.
  • Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft-tissue infections. Clin Infect Dis. Nov 15 2005;41(10):1373-406.
  • Brown J, Shriner DL, Schwartz RA, Janniger CK. Impetigo: an update. Int J Dermatol. Apr 2003;42(4):251-5.
  • George A, Rubin G. A systematic review and meta-analysis of treatments for impetigo. Br J Gen Pract. Jun 2003;53(491):480-7.
  • Mancini AJ. Bacterial skin infections in children: the common and the not so common. Pediatr Ann. Jan 2000;29(1):26-35.
  • American Academy of Pediatrics. Group A Streptococcal infections. In: Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin DW, Long SS, eds. Red Book: 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009:616-28.
  • Ludlam H, Cookson B. Scrum kidney: epidemic pyoderma caused by a nephritogenic Streptococcus pyogenes in a rugby team. Lancet. Aug 9 1986;2(8502):331-3.
  • Belgemen T, Suskan E, Dogu F, Ikinciogullari A. Selective immunoglobulin M deficiency presenting with recurrent impetigo: a case report and review of the literature. Int Arch Allergy Immunol. 2009;149(3):283-8.
  • Sarabi K, Khachemoune A. Tinea capitis: a review. Dermatol Nurs. Dec 2007;19(6):525-9; quiz 530.
  • Popovich D, McAlhany A. Accurately diagnosing commonly misdiagnosed circular rashes. Dermatol Nurs. Aug 2008;20(4):294-300.
  • Gorani A, Oriani A, Cambiaghi S. Seborrheic dermatitis-like tinea faciei. Pediatr Dermatol. May-Jun 2005;22(3):243-4.
  • Hayakawa K, Hirahara K, Fukuda T, Okazaki M, Shiohara T. Risk factors for severe impetiginized atopic dermatitis in Japan and assessment of its microbiological features. Clin Exp Dermatol. Jul 2009;34(5):e63-5.
  • Rashid R, Hymes S. Folliculitis, follicular mucinosis, and papular mucinosis as a presentation of chronic myelomonocytic leukemia. Dermatol Online J. May 15 2009;15(5):16.
  • Scheinfeld N. A Primer In Topical Antibiotics For The Skin And Eyes. J Drugs Dermatol. 2008;7(4):409-415.
  • Wilkinson RD, Carey WD. Topical mupirocin versus topical neosporin in the treatment of cutaneous infections. Int J Dermatol. Sep 1988;27(7):514-5.
  • Bass JW, Chan DS, Creamer KM, et al. Comparison of oral cephalexin, topical mupirocin and topical bacitracin for treatment of impetigo. Pediatr Infect Dis J. Jul 1997;16(7):708-10.
  • Silverberg N, Block S. Uncomplicated skin and skin structure infections in children: diagnosis and current treatment options in the United States. Clin Pediatr (Phila). Apr 2008;47(3):211-9.
  • Koning S, van der Wouden JC, Chosidow O, et al. Efficacy and safety of retapamulin ointment as treatment of impetigo: randomized double-blind multicentre placebo-controlled trial. Br J Dermatol. May 2008;158(5):1077-82.
  • Jacobs MR. Retapamulin: a semisynthetic pleuromutilin compound for topical treatment of skin infections in adults and children. Future Microbiol. Dec 2007;2(6):591-600.
  • Jones RS. Expert advice on erasing the MRSA threat. Pract Dermatol. 2005;34-7.
  • Woodford N, Afzal-Shah M, Warner M, Livermore DM. In vitro activity of retapamulin against Staphylococcus aureus isolates resistant to fusidic acid and mupirocin. J Antimicrob Chemother. Oct 2008;62(4):766-8.
  • Boyd B, Castañar J. Retapamulin. Drugs Future. 2006;31:107.
  • Oranje AP, Chosidow O, Sacchidanand S, et al. Topical retapamulin ointment, 1%, versus sodium fusidate ointment, 2%, for impetigo: a randomized, observer-blinded, noninferiority study. Dermatology. 2007;215(4):331-40.
  • Drug and Therapeutics Bulletin. Retapamulin for impetigo and other infections. Drug Ther Bull. Oct 2008;46(10):76-9.
  • Denton M, O’Connell B, Bernard P, Jarlier V, Williams Z, Henriksen AS. The EPISA study: antimicrobial susceptibility of Staphylococcus aureus causing primary or secondary skin and soft tissue infections in the community in France, the UK and Ireland. J Antimicrob Chemother. Mar 2008;61(3):586-8
  • O’Neill AJ, Larsen AR, Skov R, Henriksen AS, Chopra I. Characterization of the epidemic European fusidic acid-resistant impetigo clone of Staphylococcus aureus. J Clin Microbiol. May 2007;45(5):1505-10.
  • Bernard P. Management of common bacterial infections of the skin. Curr Opin Infect Dis. Apr 2008;21(2):122-8.
  • Yang LP, Keam SJ. Retapamulin: a review of its use in the management of impetigo and other uncomplicated superficial skin infections. Drugs. 2008;68(6):855-73.
  • Deshpande LM, Fix AM, Pfaller MA, Jones RN. Emerging elevated mupirocin resistance rates among staphylococcal isolates in the SENTRY Antimicrobial Surveillance Program (2000): correlations of results from disk diffusion, Etest and reference dilution methods. Diagn Microbiol Infect Dis. Apr 2002;42(4):283-90.
  • Laurent F, Tristan A, Croze M, et al. Presence of the epidemic European fusidic acid-resistant impetigo clone (EEFIC) of Staphylococcus aureus in France. J Antimicrob Chemother. Feb 2009;63(2):420-1; author reply 421.
  • Alsterholm M, Flytström I, Bergbrant IM, Faergemann J. Fusidic acid-resistant Staphylococcus aureus in impetigo contagiosa and secondarily infected atopic dermatitis. Acta Derm Venereol. 2010;90(1):52-7.
  • Gelmetti C. Local antibiotics in dermatology. Dermatol Ther. May-Jun 2008;21(3):187-95.
  • Langner A, Chu A, Goulden V, Ambroziak M. A randomized, single-blind comparison of topical clindamycin + benzoyl peroxide and adapalene in the treatment of mild to moderate facial acne vulgaris. Br J Dermatol. Jan 2008;158(1):122-9.
  • Capizzi R, Landi F, Milani M, Amerio P. Skin tolerability and efficacy of combination therapy with hydrogen peroxide stabilized cream and adapalene gel in comparison with benzoyl peroxide cream and adapalene gel in common acne. A randomized, investigator-masked, controlled trial. Br J Dermatol. Aug 2004;151(2):481-4.

 

supported by

CHILDREN GRoW UP CLINIC Yudhasmara Foundation Inspirasi Orangtua Cerdas, Tumbuhkan Anak Semakin Sehat, Kuat dan Pintar

  • CHILDREN GRoW UP CLINIC I   Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102
  • CHILDREN GRoW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430, phone (021) 44466103 – 97730777
  • email :
  • http://childrengrowup.wordpress.com

WORKING TOGETHER FOR STRONGER, SMARTER AND HEALTHIER CHILDREN BY EDUCATION, CLINICAL INTERVENTION, RESEARCH AND NETWORKING INFORMATION . Advancing of the future pediatric and future parenting to optimalized physical, mental and social health and well being for fetal, newborn, infant, children, adolescents and young adult

LAYANAN KLINIK KHUSUS “CHILDREN GRoW UP CLINIC”
  • Children Allergy Clinic Online
  • Picky Eaters Clinic (Klinik Kesulitan makan Pada Anak) dan GROW UP CLINIC (Klinik Khusus Gangguan Pertumbuhan Berat badan Anak)
  • Children Foot Clinic
  • Children Rehabilitation Clinic
  • Children Speech Clinic
  • Pain Management Clinic Jakarta
  • Medicine Baby Gym & Children Massage
  • NICU – Premature Follow up Clinic

PROFESIONAL MEDIS “CHILDREN GRoW UP CLINIC”

  • Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation
  • Dr Widodo Judarwanto SpA, Pediatrician
  • Fisioterapis

Clinical – Editor in Chief :

Dr WIDODO JUDARWANTO SpA, pediatrician

  • email :
  • curriculum vitae
  • For Daily Newsletter join with this Twitter https://twitter.com/WidoJudarwanto

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute for professional medical advice. You should not use the information on this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your professional healthcare provider

Copyright © 2012, CHILDREN GRoW UP CLINIC Information Education Network. All rights reserved

About these ads

Tentang GrowUp Clinic

In 1,000 days Your Children, You can change the future. Our Children Our Future
Tulisan ini dipublikasikan di ***Kesehatan Tersering, ***Penyakit Anak Tersering dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Gravatar
WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Logout / Ubah )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Logout / Ubah )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Logout / Ubah )

Google+ photo

You are commenting using your Google+ account. Logout / Ubah )

Connecting to %s